Namun, fungsi-fungsi tersebut sering kali diabaikan demi kepentingan ekonomi. Sebuah contoh yang mencerminkan krisis moral manusia dapat dilihat dari beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan seseorang memamerkan meja makan yang terbuat dari kayu pohon berusia ratusan tahun. Kayu tersebut dipamerkan sebagai simbol kemewahan dan kebanggaan pribadi, tanpa mempertimbangkan nilai ekologis pohon yang telah ditebang.
Padahal, pohon-pohon tua di hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mereka menyimpan air, menjadi rumah bagi berbagai spesies, serta berperan dalam menjaga kestabilan tanah. Ketika pohon-pohon tersebut ditebang hanya demi memenuhi gaya hidup konsumtif, maka yang hilang bukan hanya kayu, tetapi juga fungsi ekologis yang tidak tergantikan.
Gaya Hidup Hedonis dan Hilangnya Nurani Lingkungan
Kerusakan hutan yang terjadi saat ini tidak dapat dilepaskan dari pola hidup manusia modern yang bertumpu pada materialisme. Gaya hidup hedonis mendorong manusia untuk mengejar kenyamanan, kemewahan, dan prestise sosial tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Alam dipandang sebagai sumber daya tak terbatas yang dapat dieksploitasi demi memenuhi keinginan manusia.
Dalam sistem nilai seperti ini, keberhasilan sering diukur dari kepemilikan materi, bukan dari kemampuan menjaga keseimbangan hidup. Akibatnya, eksploitasi alam menjadi sesuatu yang dianggap wajar, bahkan dibenarkan atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Padahal, pembangunan yang mengorbankan lingkungan sejatinya adalah pembangunan yang rapuh dan tidak berkelanjutan.
Kesadaran ekologis seharusnya menjadi bagian dari tanggung jawab moral manusia. Tanpa perubahan cara pandang, kerusakan lingkungan akan terus berlangsung dan bencana akan menjadi warisan yang ditinggalkan bagi generasi mendatang.
Keteladanan Tokoh Bangsa dalam Menjaga Kesederhanaan dan Alam
Jika para tokoh bangsa dari Minangkabau seperti Mohammad Natsir, Mohammad Hatta, dan Haji Agus Salim masih hidup dan menyaksikan kondisi hutan Sumatera hari ini, dapat dibayangkan betapa besar keprihatinan mereka. Para pendiri bangsa tersebut dikenal sebagai sosok yang menjunjung tinggi nilai kesederhanaan, kejujuran, dan tanggung jawab moral.
Mohammad Hatta, misalnya, dikenal menolak berbagai fasilitas negara yang berlebihan. Ia percaya bahwa kekuasaan dan kekayaan bukanlah tujuan hidup. Prinsip hidup sederhana yang mereka jalani mencerminkan kemampuan untuk mengendalikan nafsu dan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
Nilai-nilai inilah yang seharusnya menjadi landasan dalam mengelola alam. Kesederhanaan bukan berarti menolak kemajuan, tetapi memastikan bahwa kemajuan tidak merusak dasar kehidupan itu sendiri. Dengan meneladani etika hidup para pendiri bangsa, manusia dapat belajar untuk tidak menjadi perusak lingkungan demi ambisi material.
Penutup
Hutan di Sumatera hari ini menjadi korban nyata dari gaya hidup materialistis dan hedonis manusia. Deforestasi yang terus berlangsung telah memicu bencana alam, mengancam keanekaragaman hayati, dan merusak keseimbangan ekosistem. Semua ini terjadi bukan karena alam semata, melainkan akibat pilihan manusia yang mengabaikan nilai-nilai ekologis dan moral.
Kesadaran untuk menjaga hutan harus dimulai dari perubahan cara berpikir. Alam bukan sekadar sumber daya ekonomi, melainkan sistem kehidupan yang menopang keberadaan manusia itu sendiri. Tanpa hutan, tidak ada keseimbangan, dan tanpa keseimbangan, kehidupan menjadi rapuh.
Sudah saatnya manusia belajar menahan diri, meneladani kesederhanaan para tokoh bangsa, dan mengembalikan nurani dalam memperlakukan alam. Jika tidak, maka bencana akan terus berulang, dan hutan hanya akan tinggal cerita bagi generasi mendatang.***
Artikel Terkait
Pengamat: Perpol Kapolri tak Langgar Keputusan MK dan sudah Dilaporkan ke Presiden, Tuduhan Pembangkangan Tidak Berdasar
Jalan dan Jembatan di Aceh Mulai Kembali Berfungsi, Prabowo Apresiasi Petugas
Prabowo Apresiasi Gotong-royong Semua Pihak Hadapi Bencana: Tak Boleh Ada Satu Saudara Pun Ditinggalkan
Tegas! Prabowo Siap Tindak Pembalakan Liar
TNI–Polri Jadi Garda Terdepan, Prabowo Pastikan Penanganan Bencana Dipercepat