Zainut Tauhid Sa'adi Wakil Wantim MUI
Edisi.co.id - Mudik atau perjalanan ke kampung halaman telah menjadi tradisi dan fenomena yang selalu terjadi di setiap kali Lebaran tiba.
Ada yang beranggapan mudik sangat diwajibkan karena saatnya bersilaturahmi dengan keluarga, atau salah satu bentuk bakti terhadap orangtua dan saudara. Ada juga yang menganggapnya sebagai sebuah tradisi, dan tidak ada keharusan dalam Islam.
Bagaimana sebenarnya mudik jika dilihat dari pandangan agama Islam? Apakah mudik berlandaskan atas kesadaran relijiusitas dalam hal ini agama atau sekadar budaya?
Dalam memaknai mudik lebaran ini umat Islam tidak perlu menjadikan polemik atau pro kontra, apalagi saling menyalahkan sehingga menimbulkan perpecahan diantara umat Islam. Mudik lebaran memang tidak masuk katagori ibadah _mahdhah_ atau ibadah yang sudah ditentukan aturannya dalam al-Qur'an maupun al-Hadits, seperti shalat, zakat, dan haji.
Baca Juga: Sukses Khatam Alquran Lebih dari 6.000 Kali, Kepala Dinas Pendidikan: Santri Nuu Waar The Best
Mudik lebaran itu masuk dalam katagori ibadah _ghairu mahdhah_ yang diartikan sebagai ibadah yang tidak ditentukan aturannya baik di al-Qur'an maupun al-Hadits. Tetapi mudik masuk sebagai perbuatan yang bisa mendatangkan kebaikan, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sehingga jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT, maka bisa mendatangkan pahala. Contoh ibadah _ghairu mahdhah_ lainnya seperti belajar, mencari nafkah untuk keluarga, menolong sesama yang sedang dalam kesulitan, dan lain sebagainya.
Jadi menurut saya sebaiknya mudik lebaran tidak perlu dijadikan polemik karena dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Bagi yang setuju silakan melaksanakan, bagi yang tidak setuju tidak usah menyalahkan. Karena hal tersebut tidak akan merusak keimanan kita. Sehingga tidak ada manfaatnya untuk diperselisihkan.
Semua kembali kepada niatnya, jika niat mudik untuk membangun silaturahmi dengan orang tua, saudara, kerabat dan teman-teman, tidak melakukan kezaliman, meninggalkan shalat dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama, Insyaallah mudiknya membawa manfaat dan mendapat pahala.
Tapi jika niat mudiknya karena ingin pamer kekayaan, kesuksesan dan keberhasilan, melakukan perbuatan dosa seperti mabuk-mabukan, menipu, menzalimi orang, meninggalkan kewajiban shalat dan lainya, maka mudiknya tidak mendatangkan pahala apa-apa bahkan berdosa.
Momen mudik yang merupakan salah satu bentuk budaya yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, justru menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa.