artikel

Pidato Prabowo di PBB: Inspirasi untuk Puisi Kritik Imperialisme

Kamis, 25 September 2025 | 14:45 WIB

Oleh : Novita Sari Yahya

Sidang Umum PBB ke-80 menjadi momen yang menarik perhatian dunia ketika Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pidato penuh semangat, menyinggung sejarah panjang penderitaan bangsa Indonesia di bawah penjajahan. Dalam pidato tersebut, beliau menegaskan:

"Negara saya mengenal betul penderitaan itu. Selama berabad-abad, rakyat Indonesia hidup di bawah penjajahan, penindasan, dan perbudakan. Kami diperlakukan lebih hina daripada anjing di tanah air kami sendiri," ujar Prabowo di hadapan para delegasi.

Beliau juga menambahkan:
"Kami, rakyat Indonesia, memahami makna dari penolakan keadilan, bagaimana rasanya hidup dalam sistem apartheid, dalam kemiskinan, dan tanpa kesempatan setara."

Baca Juga: Program Green Satkamling di Kecamatan Kandis Berjalan Aktif dan Dapat Dukungan Penuh Masyarakat

Kata-kata ini menjadi inspirasi bagi saya menulis puisi berjudul "Anjing-Anjing Imperialisme", yang menyoroti bayang-bayang imperialisme dan ketamakan kekuasaan. Sebelumnya puisi ini sering ditolak media, namun momentum pidato Prabowo membuka peluang agar karya ini dibaca dan direnungkan lebih luas.

Puisi ini menekankan bahwa harga diri, kehormatan, dan akal budi manusia menjadi pembeda penting antara manusia dan perilaku buas yang hanya mengejar keuntungan. Dalam konteks pidato, simbol “anjing” digunakan untuk menggambarkan kekuatan yang tunduk pada majikan, tanpa memperhatikan nilai kemanusiaan.

Anjing-Anjing Imperialisme

Anjing imperialisme yang mengonggong ketika majikannya terganggu,
Menunjukkan taringnya yang tajam ketika majikan terancam.
Anjing imperialisme yang memperebutkan seonggok tulang yang dilemparkan majikan,
Berebut seonggok tulang, saling bercakaran.

Manusia kurus kerempeng berdiri di pojokan, melihat anjing saling berebut tulang.
Perut keroncongan, dua hari tidak makan.
Tapi aku manusia, bukan anjing.
Kalau aku ikut berebut, statusku menjadi anjing herder,
Walau aku mati kelaparan.

Harga diri dan kehormatan membedakan manusia terhormat dari sekelompok anjing kelaparan.
Manusia punya akal sebagai pembatas antara benar dan salah.
Binatang tidak berakal, karena itu menjadi buas.
Demi perutmu, kau menjadi anjing imperialisme.

Ketika manusia memelihara kebinatangan dalam dirinya,
Apa bedanya manusia dengan binatang?
Kalau hanya berpikir tentang urusan perut yang lapar,
Bukan kehormatan dan harga diri manusia berakal.

Buang sifat kebinatanganmu,
Karena itu artinya menjadi manusia.
Kebuasan dan ketamakan iblis berwujud manusia.
Lenyapkan kebinatanganmu,
Agar sempurna menjadi manusia.

Pidato Prabowo dan puisi ini sama-sama mengingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan dan keadilan bukan sekadar kata-kata, tetapi soal mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan. Kata-kata yang berani di panggung dunia memicu refleksi dan kreativitas untuk menulis, mengungkapkan perlawanan terhadap ketamakan dan imperialisme melalui karya sastra.

Tags

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB