Posisi Indonesia: Mitigasi, Bukan Manipulasi
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti Indonesia sepenuhnya pasrah menghadapi ancaman siklon. Pendekatan yang lebih rasional dan bertanggung jawab adalah memperkuat mitigasi dan adaptasi, bukan mencoba mengendalikan fenomena alam yang berada di luar kendali manusia.
BMKG, melalui pembentukan Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC), telah mengambil langkah penting dalam meningkatkan kapasitas deteksi dini dan peringatan cepat. Sistem ini memungkinkan pemerintah dan masyarakat untuk mengetahui potensi pembentukan siklon atau bibit siklon sejak dini, sehingga langkah antisipatif dapat dilakukan.
Dalam konteks ini, teknologi modifikasi cuaca masih memiliki peran, tetapi terbatas pada skala lokal dan waktu tertentu. Misalnya, TMC dapat digunakan untuk mengurangi intensitas hujan ekstrem di wilayah rawan banjir ketika sebuah sistem cuaca besar, termasuk pengaruh siklon, sedang mendekat. Namun, teknologi ini bekerja sebagai pelengkap, bukan sebagai solusi utama.
Risiko Etis dan Ilmiah Modifikasi Skala Besar
Upaya memodifikasi fenomena cuaca ekstrem berskala besar juga menimbulkan pertanyaan etis dan ilmiah yang serius. Atmosfer tidak mengenal batas administrasi negara. Setiap intervensi besar pada sistem cuaca berpotensi memindahkan risiko ke wilayah lain. Mengurangi hujan di satu daerah, misalnya, dapat meningkatkan risiko kekeringan di daerah lain.
Selain itu, ketidakpastian ilmiah masih sangat tinggi. Ilmu meteorologi modern mampu memprediksi banyak hal, tetapi belum mampu mengendalikan sistem cuaca global dengan presisi tinggi. Intervensi yang keliru justru berpotensi memperburuk dampak bencana, bukan menguranginya.
Oleh karena itu, sebagian besar komunitas ilmiah sepakat bahwa fokus utama harus diarahkan pada pengurangan kerentanan masyarakat, perencanaan tata ruang yang berbasis risiko, serta peningkatan literasi kebencanaan.
Adaptasi sebagai Strategi Paling Realistis
Dalam menghadapi siklus siklon yang semakin tidak terduga akibat perubahan iklim, strategi adaptasi menjadi pilihan paling realistis. Adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur tahan bencana, penguatan sistem peringatan dini, edukasi masyarakat, serta perlindungan ekosistem pesisir seperti mangrove yang terbukti mampu meredam dampak gelombang dan badai.
Alih-alih berusaha “mengendalikan” siklon, pendekatan ini mengakui keterbatasan manusia sekaligus memaksimalkan kemampuan yang ada untuk meminimalkan korban dan kerugian. Pendekatan ini juga sejalan dengan prinsip kehati-hatian ilmiah dan tanggung jawab ekologis.
Penutup
Pertanyaan tentang kemungkinan teknik modifikasi bencana untuk mengatasi siklus siklon di Indonesia mencerminkan kegelisahan kolektif di tengah meningkatnya ancaman cuaca ekstrem. Namun, ilmu pengetahuan hingga saat ini menunjukkan bahwa siklon tropis adalah fenomena alam berskala besar yang tidak dapat dikendalikan atau dihentikan melalui teknologi modifikasi cuaca.
Yang dapat dan harus dilakukan adalah memperkuat sistem mitigasi, adaptasi, dan kesiapsiagaan. Teknologi modifikasi cuaca memiliki peran terbatas sebagai alat bantu mitigasi lokal, bukan sebagai solusi pengendali siklon. Dengan memahami batas kemampuan manusia dan menghormati hukum alam, Indonesia dapat membangun strategi kebencanaan yang lebih realistis, berkelanjutan, dan berpihak pada keselamatan rakyat.***