artikel

Petuah Ayahanda KH. Hasan Abdullah Sahal (Jadilah orang yang ‘Alim, Shalih, Sugīh!)

Rabu, 17 Desember 2025 | 20:05 WIB

Edisi.co.id - Warisan Tiga Kehormatan
Pesan ini disampaikan oleh KH. Hasan Abdullah Sahal, salah seorang Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, dalam Forum Bisnis (FORBIS) IKPM Gontor, di acara Reuni Alumni dan Silaturahmi Pengusaha Muslim Gontor yang berlangsung di Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, dan disiarkan ulang oleh Gontor TV.
Di hadapan para santri, alumni, dan wirausahawan muslim, beliau menuturkan dengan ketenangan khasnya:
“Jadilah ‘alim, shalih, sugīh! supaya tidak mudah bergantung pada orang lain, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, dan tidak diremehkan oleh orang lain.”
Beliau tersenyum, memandang hadirin (para santrinya) penuh kasih:
“Orang tua itu kalau ngomong sederhana, tapi benar juga. Tes... tes... ternyata benar juga. Simpel saja, simpel itu.”
Kalimat yang tampak ringan itu menyimpan arah hidup yang mendalam.
Dalam tiga kata itu — ‘alim, shalih, sugīh — ada keseimbangan yang diajarkan Gontor sejak awal: berilmu dalam berpikir, beramal dalam hidup, dan mandiri dalam bekerja.

*‘Alim: Terang yang Menuntun*

Menjadi ‘alim bukan sekadar tahu, tapi menjadi cahaya di tengah gelapnya zaman.
Ilmu bukan hanya alat bicara, melainkan penuntun langkah.
Allah SWT berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. al-Mujādalah [58]: 11)

Ilmu tanpa amal hanyalah kata; ilmu dengan amal menjadi cahaya.
Dan para guru Gontor mengajarkan — ilmu bukan untuk kebanggaan, tapi untuk pengabdian.

*Shalih: Kebaikan yang Menyebar*

Setelah berilmu, jadilah shalih — orang yang baik, lurus, dan menebar manfaat.
Keshalihan bukan hanya tampak di sajadah, tetapi dalam setiap jejak langkah. Ia bukan hanya tampak dari banyak puasa tapi karya nyata, ia harus diwujudkan dalam kehidupan sosial dan bernegara. Orang shalih harus merenungi tentang kehadirannya dimanapun bermanfaat bagi sekitar, atau malah jadi madharat. Sebab ia ingin mengamalkan sabda Rasulullah SAW:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ṭabarānī)

Ilmu tanpa akhlak menyesatkan; amal tanpa keikhlasan menjadi hampa.
Kebaikan yang paling indah adalah yang dilakukan tanpa berharap dikenal — hanya ingin dilihat oleh Allah.

*Sugīh: Kaya yang Memuliakan*

Dan jadilah sugīh, bukan sekadar kaya harta, tapi kaya hati, cukup diri, dan mulia dalam memberi.
Kiai Hasan menekankan, bahwa sugīh adalah simbol kemandirian seorang mukmin.
Ia tidak menjadi beban bagi orang lain, bahkan menjadi penopang bagi sesamanya.
Nabi SAW bersabda:

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

Halaman:

Tags

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB

Presiden Prabowo, Duka Sumatera Duka Bangsa Indonesia

Minggu, 7 Desember 2025 | 13:33 WIB