artikel

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Refleksi Lima Belas Tahun atas Jamkesda, BPJS Kesehatan, dan Tantangan Keadilan Sosial di Indonesia

Oleh: dr. Novita Sari Yahya

Pendahuluan

Kemiskinan dan kesehatan merupakan dua persoalan mendasar dalam pembangunan manusia yang tidak pernah benar-benar terpisah. Kemiskinan menciptakan kerentanan kesehatan, sementara kesehatan yang buruk mempersempit peluang hidup dan memperdalam kemiskinan. Hubungan timbal balik ini membentuk lingkaran ketidakadilan yang sulit diputus apabila negara tidak hadir secara aktif dan sistemik.

Di Indonesia, relasi kemiskinan dan kesehatan telah lama menjadi isu kebijakan publik. Berbagai program diluncurkan, mulai dari jaminan kesehatan berbasis daerah hingga sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, hingga kini, perdebatan mengenai siapa yang disebut miskin, siapa yang berhak dilindungi, dan sejauh mana negara bertanggung jawab, masih terus berlangsung.

Tulisan ini merupakan refleksi intelektual selama lebih dari lima belas tahun, dimulai dari kritik terhadap kemiskinan absolut pada akhir dekade 2000-an, berlanjut pada kajian perlunya revisi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) pada tahun 2010, hingga evaluasi atas pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan serta tantangan kesehatan ibu yang masih dihadapi Indonesia hingga 2024–2025. Refleksi ini diletakkan dalam kerangka konstitusi, keadilan sosial, dan kewajiban negara terhadap hak dasar warga negara.

Kemiskinan Absolut dan Mandat Konstitusi

Pada tahun 2009 saya menulis sebuah esai yang menyatakan bahwa kemiskinan absolut merupakan bentuk kegagalan negara dalam memenuhi hak dasar rakyat. Kegelisahan tersebut muncul dari cara kemiskinan sering dipersempit menjadi persoalan individu, seolah-olah kemiskinan adalah akibat kemalasan atau pilihan personal. Dalam kerangka berpikir ini, negara hadir sebatas pemberi bantuan, bukan sebagai penjamin hak.

Padahal, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Dalam perspektif konstitusional dan hak asasi manusia, kemiskinan absolut bukan sekadar masalah ekonomi, melainkan persoalan keadilan. Ketika negara membiarkan sebagian warganya hidup tanpa akses terhadap pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan yang layak, maka mandat konstitusi belum sepenuhnya dijalankan.

Kesehatan sebagai Lensa Membaca Kemiskinan

Kesadaran inilah yang membawa saya pada kajian kebijakan kesehatan pada tahun 2010 dengan fokus pada perlunya revisi Jamkesda dalam rangka pembangunan kesehatan yang adil dan merata. Sektor kesehatan menjadi pintu masuk yang konkret untuk membaca kemiskinan, karena di situlah ketimpangan sosial paling nyata terlihat.

Bagi masyarakat miskin, sakit bukan sekadar persoalan medis. Sakit berarti kehilangan penghasilan, bertambahnya beban keluarga, dan sering kali berujung pada utang atau penjualan aset produktif. Hambatan geografis, keterbatasan transportasi, kurangnya tenaga kesehatan, serta biaya pengobatan yang tinggi membuat layanan kesehatan menjadi barang mahal bagi kelompok rentan.

Dalam konteks ini, kebijakan kesehatan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan kemiskinan. Kesehatan adalah faktor penentu apakah seseorang dapat mempertahankan kehidupannya secara bermartabat atau justru terperosok lebih dalam ke jurang kemiskinan.

Jamkesda dan Keterbatasan Pendekatan Daerah

Halaman:

Tags

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB