“Tidak,” kata tamu itu. “Sebenarnya saya baru saja mendengarnya.”
“Baik,” kata Socrates. “Jadi, kamu tidak yakin bahwa informasi itu benar atau salah?”
“Sekarang tentang Goodness,” lanjut Socrates. “Apakah yang akan kamu sampaikan itu merupakan kabar baik?”
“Ooo bukan, bahkan sebaliknya.”
“Jadi,” lanjut Socrates. “Kamu ingin mengatakan sesuatu yang jelek tentang muridku, meskipun kamu tidak yakin itu benar?”
Tamu itu mengangkat bahu, menyimpan rasa malu.
“Oke, sekarang, tentang Usefullness. Apakah menurut kamu, informasi itu berguna untuk saya?”
“Sepertinya tidak,” jawab orang itu.
“Baiklah,” kata Socrates. “Masihkah kami ingin menyampaikan kabar itu, setelah tahu semuanya tidak benar, juga tidak baik, bahkan tidak berguna?”
Sang tamu tertunduk malu. Dia segera pamit undur diri.
Cerita ini tentu saja kebajikan yang perlu menjadi pelajaran. Bagi seorang muslim, mungkin sangat akrab dan familiar dengat ayat tentang bagaimana ketika kabar datang. Terutama dari orang fasiq. Kata Al-Quran periksalah dengan teliti (fa tabayyanuu). Itu prinsip profetik (kenabian) yang juga perlu dipertimbangkan.
Harapan kemudian, rumor tidak menjadi budaya kita. Kualitas informasi yang berbobot, benar, valid, berguna, itulah rujukan kita.***