Edisi.co.id – Mungkin bagi sebagian orang istilah Nafsiologi masih agak asing. Namun akhir-akhir ini semakin banyak orang menyebut istilah ini terutama dalam berbagai forum ilmiah di kalangan akademisi.
Istilah Nafsiologi dikenalkan pertama kali oleh Sukanto MM melalui buku beliau yang berjudul “Nafsiologi, Suatu Pendekatan Alternatif atas Psikologi” (Penerbit Integrita Press; 1983). Secara singkat, Nafsiologi berasal dari kata nafs yaitu diri atau pribadi, dan logi yaitu ilmu. Jadi, Nafsiologi yaitu ilmu tentang diri manusia.
Sukanto MM merupakan seorang otodidag yang tertarik mempelajari filsafat dan kaitannya dengan ajaran Islam. Pengetahuan beliau tentang Islam juga hasil belajar mandiri baik melalui buku maupun mengkaji langsung dari ayat-ayat Al Quran.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Cabut 12 Izin Usaha Holywings yang Beroperasi di Jakarta
Hasil perenungan itu beliau tulis dan diterbitkan dalam beberapa buku antara lain: Ibadah dan Implementasinya; Pola Dasar Islam; Orde Tertib Hidup Beragama; Gaya Kebatinan dan Watak Islam; Identitas Muslim; Membangun Insan Seutuhnya; dan Nafsiologi, Suatu Pendekatan Alternatif atas Psikologi.
Selain judul-judul tersebut masih ada puluhan buku lainnya yang umumnya berupa buku saku. Dua buku terakhir cukup tebal yaitu Membangun Insan Seutuhnya dan Nafsiologi, Suatu Pendekatan Alternatif atas Psikologi, yang cukup komprehensif memuat pemikiran-pemikiran beliau.
Pada intinya, Sukanto MM, merasa gelisah atas pemahaman manusia pada dirinya sendiri. Menurut beliau, hingga sekarang belum ada ilmu yang mempelajari siapa manusia itu. Semua ilmu yang ada hanya mempelajari tingkah laku manusia. Ilmu ekonomi mempelajari bagaimana manusia bisa hidup makmur. Ilmu politik membelajari cara memperoleh dan menata kekuasaan negara. Ilmu hukum mempelajari tentang pengaturan hak dan kewajiban antar-manusia. Bahkan ilmu kedokteran hanya mengutak-atik fisik manusia agar tetap sehat.
Baca Juga: Jelang Wisuda Kelas 6 dan 9, Sekolah Islam Al-Iman Gelar LENTERA
Begitu pula ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan astronomi, semua mempelajari benda dengan segala karakternya, untuk kemudian dimanfaatkan bagi kebutuhan manusia.
Psikologi yang disebut ilmu jiwa, tak pernah mampu menjawab apa itu jiwa, sehingga berkembang menjadi ilmu perilaku. Namun pemahaman psikologi tentang perilaku juga terbatas pada fenomena atau gejala yang tampak dari perikalu manusia.
Sukanto menawarkan pemikiran alternatif dengan mempelajari manusia berdasarkan informasi dari Sang Pencipta yang tercantum dalam firman-Nya di kitab suci, khususnya Al Quran. Sebab, menurut Suanto, yang paling tahu tentang manusia adalah Sang Pencipta.
Baca Juga: Zainut Tauhid Sa'adi : Pengusaha agar Mengindahkan Kesakralan Agama
Karena itu, lanjut Sukanto, ilmu pengetahuan tentang manusia hendaknya dibangun dari informasi dasar dalam Al Quran. Filsafat ilmu harus digali dari ayat-ayat Al Quran, bukan semata berdasarkan pemikiran manusia. “Nafsiologi merupakan ilmu tentang manusia atau science of man”, katanya dalam sebuah kajian.
Melalui forum Lembaga Studi Islam (LSI), di Kerten, Solo, beliau aktif meyampaikan kajian seminggu sekali di sekitar tahun 1983-1986, dengan peserta aktif tak lebih 10 orang. ***