Bukan Hanya Tubuh Yang Pendek, Tapi Otak Yang Juga Mengkerut

photo author
- Kamis, 16 September 2021 | 14:13 WIB
Stunting (Foto kemenkes.go.id)
Stunting (Foto kemenkes.go.id)

Oleh: Khairunnas*

Edisi.co.id - Dewasa ini, sebagian besar masyarakat mungkin telah sering mendengar istilah stunting, meski mereka tidak terlalu paham apa maksudnya. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan dan prestasinya di sekolah, produktivitas dan kreativitasnya.

Masa yang rentan terjadinya stunting disebut dengan istilah 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu periode tumbuh kembang yang dimulai sejak terbentuknya janin di dalam kandungan (270 hari) hingga anak berusia 2 tahun (730 hari). Pemberian gizi yang cukup pada periode ini sangat menentukan pertumbuhan fisik anak di masa depan. Selain itu, periode ini juga sangat menentukan bagi perkembangan kecerdasan anak, karena pada masa inilah organ otak mengalami perkembangan pesat.

Baca Juga: LRT Jabodebek Dipastikan Beroperasi Pertengahan Tahun 2022

Masalah stunting sebenarnya bukan hanya soal ukuran tubuh yang kecil, tetapi juga soal fungsi otak yang tidak maksimal. “Sudah tubuh kerdil, otakpun tumpul”, begitulah gambaran anak yang mengalami stunting. Padahal, otak merupakan organ yang paling penting pada tubuh manusia. Otak memproduksi pikiran sadar yang menakjubkan. Dengan otak manusia memiliki kesadaran akan diri dan lingkungannya. Otak juga membuat seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara bebas dalam menghadapi dunia.

Otak membuat pikiran menjadi terstruktur, memungkinkan orang memiliki perasaan, dan menjadi jembatan bagi kesadaran spiritual sehingga ia memahami makna dan nilai dari kehidupan. Otak juga memberi orang kemampuan untuk meraba, merasakan sentuhan, memiliki penglihatan, penciuman, dan berkomunikasi.

Otak merupakan tempat menyimpan memori bagi manusia. Di dalam otak ribuan bahkan jutaan memori dapat disimpan. Memori itu direkam sepanjang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, selama manusia hidup, otaknya akan terus merekam setiap peristiwa yang ia alami atau informasi yang diterimanya.

Baca Juga: Bioskop Mal Kota Kasablanka Dibuka Hari Ini

Sebagai organ terpenting dari tubuh manusia, otak memiliki jaringan-jaringan saraf yang menjangkau seluruh bagian tubuh. Otak tidak hanya berfungsi mengatur kerja tubuh manusia, seperti mengendalikan detak jantung, laju produksi keringat, laju pernapasan, dan berbagai fungsi lainnya, tetapi juga menjadi jembatan bagi kehidupan batin dengan kehidupan lahiriahnya. Otak mampu menjalankan semua ini karena ia bersifat kompleks, adaptif, dan mampu mengorganisasi diri sendiri.

Secara alami, otak manusia berbentuk seperti jalur-jalur yang jalin menjalin ibarat jalan-jalan dan gedung-gedung yang sangat padat di sebuah kota. Jalur-jalur tersebut menghubungkan sel-sel saraf atau neuron. Otak manusia mengandung sel saraf atau neuron sebanyak 10-100 miliar. Sel-sel saraf ini bisa berkembang dan menumbuhkan koneksi-koneksi baru sepanjang hidup jika digunakan. Sebaliknya, jika sistem sarafnya jarang digunakan, maka ia akan rusak atau fungsinya diambil alih untuk tujuan yang lain.

Semakin banyak koneksi saraf yang terdapat pada otak seseorang, maka akan semakin cerdas orang yang bersangkutan. Seorang bayi yang baru lahir koneksi sarafnya baru berfungsi untuk mengatur pernapasan, detak jantung, suhu tubuh dan lain-lain. Dia belum dapat melihat wajah atau benda, membentuk konsep, atau membuat bunyi yang bermakna. Namun, kemampuan-kemampuan semacam ini akan terus berkembang seiring dengan perkembangan bayi tersebut. Melalui kontak dengan dunia dan orang-orang sekitarnya, otak sang bayi akan membangun jaringan-jaringan sel saraf baru. Sel-sel saraf baru itu akan membuat kemampuan atau kecerdasan sang bayi makin meningkat.

Baca Juga: Kim Yo-Jong: Presiden Korsel Bodoh

Semakin kaya dan beragam pengalaman yang diterima oleh seorang bayi, maka semakin kompleks dan besar koneksi saraf yang terbentuk pada otaknya. Oleh sebab itu, para orang tua dapat mendorong tumbuh kembang kecerdasan anaknya, termasuk kemampuan koordinasi fisik sang anak, dengan memberikan rangsangan atau stimulasi secara berulang-ulang dan bervariasi kepada sang anak sejak dini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ilham Dharmawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X