Edisi.co.id - Di Indonesia , secara historis hukum keluarga Islam muncul ke bumi dengan dimulai oleh pengadilan agama yang secara resmi diakui sebagai salah satu pelaksana Judicial Power seperti yang disebutkan dalam pasal 10 Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan ketentuan pokok kekuasaan kehakiman , yang dirubah dengan Undang-Undang nomor 35 Tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 lah menjadi perubahan yang terakhir . Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dijabarkan mengenai kedudukan , kewenangan (Yurisdiksi) dan organisatornya mengenai peradilan agama dan dirubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang mempunyai kewenangan mengadili perkara tertentu , yaitu : Perkawinan , Waris , Wasiat , Hibah , Wakaf , Infaq , Shadaqah , Zakat , dan Ekonomi Syariah diperuntukkan penduduk beragama Islam .
Karena keadaan pengadilan agama belum dilengkapi dengan semua perangkat atau sarana hukum positif yang meyeluruh , atau belum diselaraskan serta sebagai rujukan . Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo megatur hal yang pokok-pokok saja , meskipun pengadilan agama sudah mempunyai yurisdiksi mengenai hukum materiil yang sudah dikodifikasi . hal ini menyebabkan para hakim yang seharusnya menggunakan undang-undang sebagai rujukan kembali menggunakan kitab fiqih klasik dan berdampak pada perbedaan putusan antar pengadilan agama dengan persoalan yang sama merupakan hal yang wajar . lalu dibuatlah kompilasi hukum Islam sebagai cara untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat pengadilan agama yang belum memiliki prasarana hukum yang unikatif.
Baca Juga: Mendatangi Vihara Vipassana Graha Di Lembang
adanya Undang-Undang ini diakibatkan oleh organisasi perempuan yang mendesak Pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian Undang-Undang ini diberlakukan bagi Penduduk pribumi (Arab dan Asia bukan Tionghia yang menetap di Indonesia) . Ordonansi Pencatatan Perkawinan mempunyai kehebatan dengan adanya peraturan monogami dan hak cerai yang sama bagi laki-laki maupun perempuan , Tetapi peraturan ini hanya diberlakukan bagi yang mencatatkan pernikahannya .
Upaya pembaruan Undang-Undang mengalami perubahan besar pada 31 Juli 1973 dengan No. R. 02/PU/VII/1973 . Hal ini disampaikan pemerintah melalui RUU Perkawinan yang baru kepada DPR yang berisi 15 bab dan 73 pasal . Namun terjadi pergolakan dikalangan Ummat Islam karena sebagian pasalnya bertentangan denga syariat Islam (Fiqih Munakahat) lalu menolaknya . Materi yang dianggap bertentangan dengan syariat ISslam diantaranya yaitu :
1 Absahnya Nikah hanya jika terdaftar dibadan-bada yang bersangkutan tanpa menyebutkan segi keagamaan dari keabsahan tersebut
2. Perizinan mengenai pernikahan campuran(Pernikahan beda agama0
3. Kesamaan kedudukan antara anak angkat da anak kandung
Artikel Terkait
Rekomendasi Kota Liburan Minim Budget
Targetkan Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional Ini Upaya Trade Expo
Mendatangi Vihara Vipassana Graha Di Lembang