Edisi.co.id - Desa Puuk, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sudah lama dikenal sebagai sentra pembuatan gerabah. Setiap hari warga desa ini, terutama kaum perempuan, sibuk mengolah tanah liat menjadi berbagai produk kerajinan. Kita bisa menyaksikan berbagai produk yang dipajang di teras rumah mereka seperti cobek, belanga, periuk, pot bunga, celengan, guci, cermin, asbak, piring, sendok, cangkir, dll.
Tampaknya, di tengah kemajuan zaman dengan hadirnya berbagai produk berbahan plastik, tidak menghilangkan pamor gerabah dari Desa Puuk. Kerajinan ini masih menjadi sumber penghidupan sebagian besar masyarakatnya yang telah mereka jalani secara turun temurun.
Salah satu pengrajinnya adalah Musliana, yang mengaku mewarisi usaha ini dari orang tuanya. Dia tetap meneruskan usaha keluarga ini selain cukup menguntungkan, juga karena bahan baku berupa tanah liat, mudah didapat. Musliana membeli bahan baku itu dari para pemasok yang mengambilnya dari perbukitan yang tak jauh dari desa tersebut.
Baca Juga: Peluang Usaha Produksi Jahe Bubuk
Proses pembuatannya juga tidak terlalu sulit. Tahapan awal dimulai dengan menginjak-injak tanah liat bercampur pasir, kemudian dibentuk sesuai keinginan. Hasil olahan itu dijemur terlebih dahulu di bawah terik matahari, sebelum kemudian dibakar.
Untuk pemasarannya sudah ada pengepul atau agen yang siap menampung yang biasanya datang langsung ke lokasi pengrajin. Berbagai produk itu dibawa ke pasar untuk dijual kembali.
Musliana yang memulai usaha ini sejak tahun 2004, mengaku bisa memperoleh penghasilan sekitar Rp 500 ribu per hari atau Rp 3 juta per minggu. Dari penghasilan itu dia bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Namun pada saat pandemi covid yang lalu, penjualannya sempat mengalami penurunan, karena sepinya permintaan.
Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Sudah Mulai Memadati TMII
Produk gerabah dari Desa Puuk ini sebetulnya sudah memiliki sejarah yang cukup panjang, sehingga patut dilestarikan dan dikembangkan. Hingga sekarang semua proses pengerjaan masih dilakukan secara manual dan pemasarannya juga masih terbatas di sekitar kota kecamatan. Padahal, produk kerajinan ini memiliki potensi untuk lebih dikembangkan dengan menjangkau pasar yang lebih luas.
Melihat potensi itu, PNM Mekaar sejak beberapa tahun lalu mulai melakukan pembinaan melalui wadah kelompok. Para pengrajin diberi pendampingan dan dukungan permodalan. Menurutnya, kehadiran PNM Mekaar sangat membantu dalam memajukan usahanya. Sebelum mendapatkan pembinaan, penghasilannya jauh dari cukup, namun sekarang rata-rata Rp 500 ribu per hari. “Kondisi keuangan sekarang lebih teratur dan sudah bisa menabung”, ujarnya bangga. ***