Anies juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Selain pernah aktif di HMI, Anies juga pernah menjadi Ketua Senat UGM pada tahun 1992. Bahkan ketika masih SMA dia menjabat sebagai Wakil Ketua Osis, dan Ketua Osis se-Indonesia.
Sedangkan wakilnya, Muhaimin Iskandar merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang telah dijabatnya sejak tahun 2005. Muhaimin yang sewaktu mahasiswa aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), pernah menjadi Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua DPR RI (1999-2004), Wakil Ketua MPR (2004-2009), dan Menteri Tenaga Kerja (2009-2014).
Pasangan kedua Prabowo-Gibran, dimana sosok Prabowo sudah tidak asing lagi karena sudah ke empat kalinya dia mengikuti pilpres. Sementara wakilnya, Gibran, merupakan Walikota Surakarta sejak 2021. Pencalonan Gibran sempat menuai pro-kontra mengingat usianya yang masih muda, 36 tahun, yang menurut Undang-undang (UU) Pemilu tidak memenuhi syarat. Namun setelah melalui proses uji materi UU di Mahkamah Konstitusi (MK), putra Presiden Jokowi itu bisa lolos dan sah sebagai cawapres.
Lain lagi dengan pasangan capres-cawapres ketiga, Ganjar Pranowo-Mahfu MD. Ganjar merupakan mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode yang pernah lama menjadi anggota DPR RI (2004-2009 dan 2009-2013). Sedangkan Mahfud MD merupakan seorang akademisi yang kemudian menjadi birokrat dengan jabatan sekarang sebagai Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (2019-2024). Beliau pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2013), Anggota DPR RI (2004-2007), Menteri Hukum dan HAM (2001-2002), dan Menteri Pertahanan (2000-2001).
Baca Juga: Satuan Polair Polres Kepulauan Seribu Gelar Patroli Laut Dialogis di Perairan Pulau Untung Jawa
Ada apa dengan Gibran?
Dari hasil penelusuran sebagaimana telah diuraikan, tampak bahwa hampir semua capres-cawapres yang tampil terutama sejak diterapkannya pemilihan langsung tahun 2004, merupakan putra terbaik bangsa. Mereka telah mengalami proses yang cukup panjang dalam berbagai jenjang kepemimpinan hingga akhirnya mereka memutuskan untuk meneruskan pegabdian dengan mengikuti pilpres baik sebagai capres maupun cawapres.
Mereka telah memiliki track record sebagai pemimpin di berbagai kelembagaan sesuai bidang pengabdiannya masing-masing. Ada yang berasal dari kalangan militer seperti Wiranto, SBY, Prabowo, dan Agum Gumelar; ada tokoh agama seperti Salahuddin Wahid, Hasyim Muzadi, dan Amien Rais; tokoh politik seperti Megawati Soekarnoputri, Hamzah Haz, Muhaimin Iskandar; dan kaum profesional seperti Jusuf Kalla, Hatta Rajasa, Siswono Yudho Husodo, Sandiaga Uni. Bahkan ada dari kalangan akademisi sekaligus birokrat seperti Boediono, Mahfud MD dan Anies Baswedan. Mereka umumnya telah aktif berorganisasi sejak masih muda atau mahasiswa.
Tidak sedikit pula di antaranya yang aktif di berbagai bidang pengabdian. Misalkan, selain sebagai tokoh agama, juga menjadi pimpinan partai atau pengusaha. Ada juga profesional atau birokrat yang kemudian bergabung dengan partai politik. Bahkan ada mantan petinggi militer yang sukses di dunia usaha yang kemudian memimpin partai politik.
Namun dari hasil penelusuran atas rekam jejak para kader pemimpin bangsa ini tampak ada satu pengecualian yaitu ketika kita mengamati sosok Gibran Rakabuming Raka. Dengan usia Gibran yang masih muda, pengalamannya sebagai pemimpin relatif masih minim dibandingkan capres-cawapres yang pernah ada. Satu-satunya pengalaman yang cukup berarti yaitu jabatannya sebagai Walikota Solo yang baru berjalan sekitar dua tahun. Selain itu, Gibran dikenal sebagai pebisnis yang merintis usaha sejak beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Polsek Kepulauan Seribu Utara dan Warga Bergerak Bersama, Tanam Pohon untuk Reduksi Polusi Udara
Karenanya tak heran kalau banyak pihak beranggapan bahwa majunya Gibran sebagai cawapres terkesan dipaksakan, tidak melalui jalur pengkaderan yang wajar. Sepertinya Gibran melakukan jalan pintas alias jalur instan, yang itu tentu tak lepas dari kedudukannya sebagai putra seorang presiden. Banyak pihak menyayangkan langkah Gibran ini yang dinilai bisa menjadi preseden buruk, yang seolah menguatkan tudingan miring kepada genarasi muda sekarang yang cenderung memilih jalan pintas. Pengalaman Gibran sebagai Walikota Solo selama dua tahun dinilai belum cukup untuk bisa memimpin negara dengan jumlah penduduk mencapai 279 juta ini. Sebab, jabatan wakil presiden menjadi satu kesatuan dengan presiden dimana ketika presiden berhalangan tetap maka wakil presiden harus menggantikannya.
Akan lebih baik kalau Gibran mengikuti tahapan yang wajar hingga benar-benar matang dan siap memimpin negara yang besar dan majemuk ini. Misalkan, Gibran menyelesaikan jabatannya sebagai Walikota Solo minimal satu periode. Kemudian berlanjut menjadi gubernur di Jawa Tengah atau di daerah lain. Meningkat menjadi menteri atau jabatan lain setingkat menteri. Itulah jalur yang secara umum sangat mungkin bisa ditempuh oleh sosok seperti Gibran. Intinya, agar terbentuk kematangan diri, keluasan wawasan, dan kemahiran dalam memimpin.
Kalau proses itu dilalui, mungkin di usia 50-55 tahun, Gibran sudah bisa melangkah ke jenjang tertinggi sebagai capres atau cawapres. Tentu hasilnya akan lebih indah. Ibarat peribahasa Jawa: ojo kesusu. Jangan terburu-buru, masih banyak kesempatan, masih banyak peluang. Nikmati dulu masa muda secara wajar dengan berbagai prestasi yang sudah dicapai. Tokh secara ekonomi sudah terpenuhi, popularitas sudah melambung, status sosial sebagai anak presiden sudah sangat beken. Mau apa lagi? ***
*) Asri Al Jufri, Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi PP PERTI.
Artikel Terkait
Awali Pelayanan KB, BKKBN Gelar Kick-Off Pelayanan KB, Pencanangan Gerai Yansus, KB Perusahaan dan Peringatan Hari Ibu ke-95
Melalui Baznas, Asperindo Salurkan Dana Kemanusian Untuk Palestina Rp 45 Juta
Klarifikasi BPKN Terkait Pengaduan Produk Kanemocho Beauty Skincare Oleh Konsumen
Jelang Keberangkatan Rihlah Ilmiah Goes To Singapura dan Malaysia, SMP PCI Dimudahkan Imigrasi Buat Passport Melalui Eazy Passport
Bhabinkamtibmas Pulau Kelapa Himbau Warga Menjelang Pemilu 2024 Gunakan Media Sosial dengan Bijak