“Tamu di Tanah Baduy: Di Mana Langkah Harus Dijaga”

photo author
- Rabu, 21 Mei 2025 | 09:16 WIB

Edisi.co.id - Pagi hari yang cerah, jalanku mulai terasa berat dan terseok, melalui jalan sempit yang hanya setapak. Jalan yang kulewati bukanlah aspal halus seperti di kota, melainkan setapak tanah sempit yang meliuk di antara hutan dan ladang milik warga. Sesekali aku harus menyingkir untuk memberi jalan pada warga Baduy Luar yang berjalan dari arah berlawanan, memikul hasil tani milik mereka. Hanya suara alam yang terdengar kicau burung, desir angin, dan langkah kaki di atas tanah yang kering.

Sepatu yang ku pakai terasa mulai tak berguna saat langkah demi langkah menapaki jalan tanah berbatu menuju Kampung Marengo, salah satu wilayah Baduy Luar. Peluh mulai menetes dan dahaga mulai terasa, tapi rasa penasaran membawaku terus maju melangkah ketujuanku. Di sepanjang jalan, aku berpapasan dengan warga lokal berpakaian hitam dan biru tua, membawa hasil tani dipikulan mereka, berjalan tanpa alas kaki diam tapi penuh wibawa.

Tak ada sambutan megah, tak ada baliho bertulislan “Selamat Datang”. Tapi justru disitu aku sadar, bahwa aku sedang masuk kedalam wilayah yang tak sekadar berbeda, melainkan sakral dan tradisional. Kampung Marengo merupakan perkampungan tempat suku Baduy Luar tinggal, bangunan rumah tradisional yang unik dan kehidupan masyarakatnya kental dengan tradisi.

Menapaki Wilayah Baduy yang Penuh Nilai

Masyarakat Baduy terbagi menjadi dua bagian, yaitu Baduy Dalam dan Baduy luar. Keduanya masih satu kesatuan budaya dan daerah, namun Baduy Luar lebih terbuka terhadap pengunjung atau wisatawan yang datang. Meski begitu, keterbukaan itu bukan berarti bebas aturan serta melanggar adat yang sudah ada. Justru ada etika yang harus dihormati dan dipahami oleh siapa pun yang datang.

Di Baduy, semua berjalan dengan masih sangat tradisional. Tak ada kendaraam berlalu-lalang, tak ada sambungan listrik, tak ada sinyal ponsel. Keheningan bukan kekosongan bagi warga Baduy, tapi sebuah kesadaran bahwa alam harus digunakan sebaik mungkin, serta leluhur dan adat istiadat yang harus dihargai.

Sempat ku melihat sekolompok pengunjung yang asyik berswafoto di tengah jalan menuju Baduy. Salah satunya tanpa sengaja naik ke sebuah pagar jembatan, mungkin hanya berniat mengambil foto semata untuk menikmati momen, namun adat dan istiadat disetiap tempat harus dihormati, Baduy Luar memiliki adatnya tersendiri yang kita sebagai pendatang harus menghormatinya. Pak ardi sebagai pemandu kami hanya menatap sejenak, lalu berkata pelan, “Kalau sampai rusak, kami yang memperbaiki.”

Etika Baduy yang Tak Tertulis, Tapi Terasa

Ada hal-hal yang tak perlu ditulis untuk diketahui, seperti etika yang hadir dengan sendirinya dalam diri seseorang, seperti berpakaian sopan, berbicara pelan, tidak sembarangan memotret warga tanpan izin, dan tidak membuang sampah sembaragan. Semua hal itu menjadi etika dasar yang seharusnya ada pada diri seseorang. 

Sikap hormat atas adat yang ada bukan sebuah aturan yang dipaksakan, melainkan kesadaran yang tumbuh dari empati. Maka, saat kita menjaga sikap, sejatinya kita sedang menjaga nilai leluhur yang sudah dijaga selama puluhan tahun.

Aku mulai mengerti bahwa menjadi tamu di tanah Baduy berarti membawa kesadaran diri. Kesadaran bahwa kita bukan hanya datang untuk melihat bagaimana kehidupan yang dijalani warga baduy, adat istiadat yang masih kental dan bagaimana cara belajar untuk menghormati leluhur warga Baduy.

Ketegangan Antara Tradisi dan Wisata Baduy

Jumlah wisatawan yang datang ke Baduy Luar terus meningkat, terutama di akhir pekan dan musim liburan. Sebagian membawa minat untuk belajar budaya Baduy lebih dalam, dan sebagian hanya ingin membuat konten untuk media sosial milik pribadi.

Kesopanan tidak mereka fikirkan, perjalanan melelahkan hanya menjadi konsumsi visual belaka. Tapi kehadiran wisatawan yang datang turut menghidupi ekonomi Baduy Luar terutama dari penjualan kain tenun, madu hutan, dan jasa pemandu lokal.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rohmat Rospari

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X