Beberapa warga mengaku resah dengan kedatangan wisatawan. Ada ketakutan bahwa budaya akan terkikis oleh arus wisata. Tapi menolak pengunjung sepenuhnya bukan sebuah pilihan, karena kebutuhan yang memaksa untuk menghasilkan sebuah kerajinan dan jasa pemandu.
Maka yang mereka harapkan sebenarnya sederhana: datanglah sebagai tamu yang tahu diri. “Datanglah sebagai tamu yang baik”.
Perjalanan ke Baduy Luar bukan sekadar tentang melihat keindahan alam atau mengagumi kearifan lokal yang masih bertahan di tengah arus zaman. Lebih dari itu, perjalanan ke Baduy Luar adalah sarana untuk belajar tentang bagaimana bersikap saat di tanah milik orang lain, tentang bagaimana menghormati yang tak terlihat oleh mata, tapi kental terasa.
Baduy mengajarkan bahwa menjadi tamu, bukan sekadar hadir dan menikmati wisata tradisional yang kental. Kesadaran untuk menjaga ucapan, perilaku, bahkan jejak kaki yang kita tinggalkan. Sebab di tanah yang dijaga dengan adat dan doa, setiap langkah memiliki arti, dan setiap sikap memiliki dampak.
Pada akhrinya, menghormati budaya bukanlah kewajiban yang membebani, melainkan bentuk penghargaan paling dasar yang bisa kita berikan sebagai manusia yang berkunjung. Karena saat kita mampu menjadi tamu yang tahu diri, di situlah kita menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.***
(Penulis: Suci lestari)
Artikel Terkait
NFA Pastikan Ketersediaan dan Harga Pangan Selama Tahun 2025 Terkendali Baik, BPS: 65 Persen IPH Daerah Zona Hijau
Turun Unjuk Rasa, Ini Tuntutan Ribuan Ojol
Seluruh Jemaah Terpisah Rombongan Sudah Diberangkatkan dari Madinah ke Makkah
Menjaga Batas, Menumbuhkan Empati: Pentingnya Etika dalam Pertemanan
Bali Mengajarkan Etika Dalam Diam