Dalam libertarian, manusia tidak lagi dipandang pasif dalam menerima kebenaran. Kebenaran tidak hanya datang dari satu arah, yakni penguasa. Tetapi manusia sebagai sosok rasional berhak mencari kebenaran. Bisa membedakan mana benar dan mana yang tidak.
“Peran media adalah membantu pencarian kebenaran, menolong individu mencari kebenaran. Oleh karena itu, dalam sistem libertarian media bukanlah bagian dari pemerintah, melainkan independen, otonom, dan bebas untuk mengekspresikan gagasan meskipun gagasan tersebut menyakitkan, tanpa merasa takut adanya campur tangan pemerintah,” (Dedy Djamaluddin Malik, Jalaluddin Rakhmat, dan Mohammad Shoelhi (Editor), Komunikasi Internasional, PT Remaja Rosdakarya, 1993).
Sekarang penguasa tidak bisa memaksakan kebenaran versinya sendiri. Kita tahu apa yang terjadi belakangan ini, banyak contoh.
Salah satu contoh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ketika itu menyampaikan pernyataan bahwa presiden boleh berkampanye dan berpihak di Pemilihan Umum (Pemilu).
Pernyataan itu disampaikan oleh Jokowi hari Rabu, 24/1/2023 ketika ditanya wartawan seputar kampanye.
Begitu pernyataan Jokowi tersebar di media massa dan media sosial, langsung mendapat reaksi media yang bernada mengkritisi. Pernyataan presiden dianggap kurang tepat dan tidak netral.
Media pers pun membantu mencari kebenaran secara kritis dengan mewancarai cendekiawan dan orang-orang yang paham soal undang-undang Pemilu untuk memberi pencerahan pada masyarakat yang sedang bingung dengan pernyataan presiden.
Para pihak yang bereaksi terhadap pernyataan Jokowi ketika itu bukan hanya pers, tetapi juga individu-individu dalam media sosial pun memberi penilaian.
Banyak netizen yang menafsirkan Jokowi akan bertindak semau-maunya dalam Pemilu 2024, karena putranya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden, berpasangan dengan calon presiden Prabowo Subianto.
Jokowi pun kemudian menegaskan, pernyataannya bahwa presiden dan wakil presiden berhak berkampanye sebatas menjelaskan ketentuan yang ada di undang-undang Pemilu. Presiden meminta hal itu tidak diinterpretasikan atau ditarik ke mana-mana (Harian Kompas, 27/1/2024).
Demikianlah kebebasan berpendapat sekarang, kebebasan pers di era 4.0, libertarian yang juga ditandai dengan sistem penyebaran berita menggunakan internet dan bahkan memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Baca Juga: AMKI Siap Jadi Mitra Strategis MPR RI dalam Sosialisasi Kebangsaan
Namun demikian, libertarian di Indonesia dilapisi dengan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan kode etik jurnalistik dan undang-undang tentang pers No 40 Tahun 1999.
Wartawan harus merdeka, independen, tanpa sensor seperti yang disebut dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sebagai bentuk rasa tanggung jawab sosial, wartawan Indonesia wajib mentaati kode etik jurnalistik (KEJ) dan pedoman-pedoman pemberitaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Terakhir pedoman-pedoman itu disempurnakan dan disahkan pada 16 November 2023 oleh Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu, SH, M.S.
Artikel Terkait
Ketua AMKI Jateng Kecam Kekerasan terhadap Wartawan di DPRD Pati, Desak Usut Tuntas Pelaku
Kapolsek Kandis Perkuat Sinergi dengan Wartawan, Jaga Kamtibmas di Kandis
Forum Wartawan Kebangsaan Kritisi Program Makan Bergizi Gratis
Forum Wartawan Kebangsaan Kecam Pencabutan Kartu Liputan Reporter CNN Indonesia
Forum Wartawan Kebangsaan Usulkan Perpres Tegas Tata Kelola MBG
Di Era Presiden Siapa pun, Wartawan Harus Berani Bertanya Kritis