Kritik Obama dan Pers Kita

photo author
- Selasa, 27 Juni 2023 | 19:46 WIB
Hendry Ch Bangun
Hendry Ch Bangun

Kematian saat berjuang untuk hidup lebih baik seharusnya menjadi bahan berita yang penting, selain juga menyentuh rasa kemanusiaan kita, sangat memenuhi unsur human interest. Tetapi mari kita lihat produk jurnalistik di media arus utama, apakah hal-hal seperti itu sering muncul? Tampaknya memang tidak, kalaupun ada sangat sedikit.

Ada banyak tragedi kemanusian yang tampak di depan mata kita setiap hari, tetapi barangkali karena urusan praktis lalu dikesampingkan. Untuk media cetak, tulisan panjang tentu haruslah berisi hal-hal penting dan menarik bagi pembacanya, karena kertas makin mahal dan halaman harus dihemat. Ya selain peristiwa besar tentu saja yang “layak berita”, orang terkenal, orang penting, seperti adagium names make news.

Media siber memiliki halaman tidak terbatas, apa saja bisa dimuat, tetapi agar diklik audiens dan pageview bagus, tentu saja yang dipentingkan apa yang sedang viral, apa yang sedang jadi bahan percakapan, jadi pada umumnya tentang orang popular dan orang terkenal. Para pengungsi dianggap orang tak bernama, tidak bertitel, dan tidak penting untuk dijadikan berita.

Baca Juga: Bhabinkamtibmas Pulau Pramuka Sambangi Masyarakat Toga Tomas dan Himbau Jalankan Kamtibmas dengan Aman

Berbeda barangkali dengan pemusik Coldplay, yang penjualan tiketnya saja sudah bikin heboh. Dikaitkan lagi dengan personelnya yang dianggap bakal mempromosikan LGBT, dst. Atau kesebelasan nasional Argentina, yang berkunjung ke Indonesia. Mulai dari teka teki hadir tidaknya Lionel Messi, penjualan tiket sistem lelang yang membuat banyak peminat kesulitan untuk memperolehnya, harga tiket yang lebih tinggi dari biasanya, dsb.

Tidak ada bedanya dengan media televisi yang juga banyak fokus pada berita yang sesuai permintaan audiens, yang viral, yang faktual, yang peristiwanya memiliki kedekatan dengan pemirsanya. Atau dalam kasus tertentu, membuat pemberitaan yang sesuai dengan pesanan, entah itu untuk yang berani bayar maupun kepentingan politik pemiliknya.

Kalau dikatakan pers sudah semakin jauh dengan jati dirinya yang diagung-agungkan di masa lalu, itu tidak salah. Zaman berubah, tuntutan juga berubah, sementara daya dukung untuk hidup semakin menurun. Bertahan dengan menyesuaikan diri atau mati dalam idealisme? Pastilah para pemilik media memilih hidup. ***

Dari sisi pers sebagai industri, begitulah keadaannya. Tetapi apakah pengelola media dan wartawan sama sekali tidak lagi peduli pada nilai-nilai kemanusian seperti tragedi matinya ratusan pengungsi itu? Semestinya tetap peduli.

Wartawan adalah profesi yang sangat melekat dengan kemanusian. Hampir semua wartawan sangat cepat tersentuh apabila ada peristiwa yang menyangkut nyawa manusia, hidup mati manusia. Maka kalau kalau sudah beku dan kebal, imun, dengan situasi miris yang dia ketahui, mungkin bisa dikatakan jiwa kewartawanannya telah hilang.

Baca Juga: Polsek Kepulauan Seribu Selatan Melaksanakan Patroli Dialogis dan Himbauan untuk Menciptakan Kondisi Aman

Kita bisa mencoba mengujinya dengan terjun ke lapangan. Melihat pedagang keliling yang dalam satu hari bisa tak laku satu pun dagangannya, melihat supir mikrolet yang lebih sering termenung karena penumpang semakin jarang, ojek lapangan yang terpuruk karena kalah bersaing dengan ojek online, apakah kisah mereka itu menarik diberitakan atau menganggapnya orang yang sudah bernasib sesuai takdirnya?

Atau pergi ke kamar mayat untuk melihat orang yang kehilangan ayah, ibu, kekasih, anak, atau saudaranya. Bagaimana satu nyawa itu begitu penting dalam kehidupan mereka. Ditangisi, diciumi karena seolah tidak mau berpisah. Tetapi kalau tidak menyangkut diri kita, belasan, puluhan, atau ratusan nyawa seperti kasus pengungsi di perairan Yunani, justru terlewat begitu saja dari perhatian kita.

Kita sendiri sebagai wartawan barangkali beruntung, mencapai keadaan sekarang setelah berjuang tidak kenal waktu, bercucuran keringat, dihina dan dimaki, dan tetap bertahan karena ingin memperoleh jabatan, kedudukan, yang lebih baik. Maka sewajarnya pula kita menghargai perjuangan, siapapun dia termasuk orang-orang “kecil” di atas, dan dengan status wartawan menjadikannya sebagai tulisan untuk menjadi perhatian orang-orang yang berkepentingan. Siapa tahu ada kebijakan yang lalu membantu orang-orang tersebut.

Baca Juga: Polsek Kepulauan Seribu Utara melaksanakan giat patroli malam Presisi Di Pulau Pramuka

Mudah-mudahan kritik yang disampaikan Obama itu sedikit menggugah hati nurani kita sebagai wartawan, untuk lebih peduli pada kemanusian, khususnya pada mereka yang terpinggirkan, tersisihkan, dan berjuang untuk kehidupan yang lebih baik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ilham Dharmawan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X