Meskipun menyandang identitas Islam, beberapa partai tersebut tidak memiliki ideologi yang jelas. Apa visi, missi, dan program yang akan diperjuangkan, yang membedakan partai-partai Islam ini dari partai lain. Tentunya ideologi itu harus digali dari nlai-nilai universal ajaran Islam untuk kemudian diimplementasikan bagi kemaslahatan umat dan bangsa.
Dalam bidang ekonomi, apa yang harus diperjuangkan? Begitu pula di bidang hukum, pendidikan, kesehaan dan berbagai bidang kesejahteraan lainnya.
Yang terjadi malah sebaliknya, partai yang seharusnya berjuang untuk kebaikan dan kemajuam masyarakat, justru hanya sebagai alat bargaining untuk tujuan-tujuan pragmatis jangka pendek. Yang diperjuangkan hanya kepentingan elite pimpinannya demi mendapatkan keuntungan, baik berupa harta atau materi maupun berupa tahta atau jabatan.
Kendala lain yang menjadi kelemahan partai-partai Islam yaitu terbatasnya pendanaan. Hampir semua partai Islam tidak mempunyai sumber pendanan yang kuat. Umumnya hanya mengandalkan sumbangan anggota atau simpatisan yang juga terbatas. Di tengah rendahnya loyalitas, karena visi dan missi yang tidak jelas, tentu sulit untuk menggalang dana dalam juhlah besar.
Sebetulnya, partai-partai Islam sangat diuntungkan oleh semagnat ke-Islaman yang menjadi identitasnya. Bahwa berpolitik melalui partai merupakkan salah satu ibadah dalam jalur dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Karenanya, menyisihkan sebagian dana untuk kegiatan partai merupakan shadaqoh di jalan Allah. Kalau semangat shadaqoh itu bisa dibangkitkan, maka masalah dana bukan lagi menjadi hambatan.
Mencermati kondisi perpolitikan sekarang ini, sebetulnya kekecewaan itu tidak hanya terjadi pada partai-partai Islam. Dimana kekecewaan itu, terutama terhadap partai-partai pendukung pemerintah, sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Dengan kata lain, ketidakpuasan kepada pemerintah juga dilampiaskan kepada partai pengusung atau pendukungnya.
Beberapa sumber kekecewaan yang cukup menonjol terutama terkait dengan melonjaknya hutang luar negeri, maraknya korupsi, ketidak harmonisan pemerintah dengan ulama, pembangunan infrastruktur yang kurang menyentuh rakyat kecil, dominasi ekonomi asing, dll.
Namun kekecewaan itu relatif bisa diredam karena adanya figure kepemimpinan yang kuat dan kharismatik. Hal itu juga tercermin pada ketegasan pimpinannya dalam menindak setiap pelanggaran yang terjadi di kalangan kader-kadernya.
Selain itu, pamor partai-partai nasionalis ini juga dipengaruhi oleh figure calon presiden dan wakil presiden yang mereka usung pada setiap Pilpres. Partai yang mempunyai pasangan Capres dan Cawapres yang kuat akan sangat berpengaruh pada perolehan suaranya pada pemilu legislatif.
Nah, bagaimana menghadapi Pemilu 2024? Ibarat kata pepatah, tak ada rotan akar pun jadi. Pribahasa itu bisa sebagai ibarat untuk menggambarkan Pemilu 2024. Di tengah titik jenuh dan kekecewaan masyarakat terhadap partai-partai yang ada, terutama partai Islam, dan juga ketidak puasan sebagian masyarakat terhadap kinerja pemerintah, mereka dihadapkan pada partai yang itu-itu saja. Masayarakat tidak mempunyai banyak pilihan. Mereka seolah dipaksa untuk terperosok ke dalam jurang yang sama untuk kesekian kalinya.
Baca Juga: Kepengurusan Dewan Kesenian Jakarta Periode 2023-2026 Resmi Terbentuk
Mungkin bagi sebagian masyarakat yang apatis akan memutuskan untuk tidak memilih alias golongan putih (golput), mesti tindakan tergolong “selemah-lemahnya iman”.
Artikel Terkait
Kota Depok Kembali Pertahankan Penghargaan Kota Layak Anak Tingkat Nindya, Ini Kata Bunda Elly Farida
BPKN RI ungkap Indonesia Darurat Diabetes Pada Anak Karena Regulasi Pada Makanan dan Minuman Lemah
19 Mahasiswa dari 16 Program Studi Yang Tersebar di Lima Fakultas dan Lima Kampus UPI Terima Beasiswa
Pemprov DKI Jakarta Berkomitmen Menjaga Kesinambungan Pembangunan dari Masa ke Masa
DKI Jakarta Kirim Kontingen Atlet Disabilitas untuk Mengikuti Peparpenas di Palembang