Catatan Hendry Ch Bangun
Edisi.co.id - Menjawab pertanyaan ini tidak mudah. Karena spektrum pertanyaannya sangat luas. Belum lagi kalau menghitung, siapa yang bertanya, dan siapa yang ditanya.
Kalau seorang ayah atau ibu bertanya kepada anaknya, mungkin maksudnya, apakah ibadah puasa dilakukan dengan benar, tidak makan atau minum diam-diam sejak sahur sampai magrib?
Apabila yang bertanya itu seorang teman akrab mungkin maksudnya lebih pada apakah puasa kali ini dijalani lebih dari sekedar tidak makan, minum, tapi juga bagaimana suasana puasa di kantor, di pergaulan, dalam keluarga. Bagaimana pula suasana kantong yang sering menjadi pembicaraan akibat harga dan biaya hidup yang naik, gaji yang tetap, dan semakin banyak yang makan tabungan yang semula dimaksudkan untuk keperluan masa depan.
Tapi secara umum pertanyaan itu juga bisa dijawab sesuai dengan apa yang kita alami, dari sudut pandang sendiri. Tepat atau tidak, nanti justru bergantung pada follow-up dari pertanyaan itu, yang pasti akan berkembang kesana kemari.
Aktivitas mereka yang bekerja pasti tidak ada perubahan di hari biasa atau selama Ramadhan, kalaupun ada penyesuaian hanyalah sedikit. Dalam hal transportasi, ada pergeseran jam sibuk. Jalan raya yang biasanya macet dan padat merayap sejak pukul 17.00 sampai 20.00 kini berubah menjadi 16.00 sampai 19.00. Banyak yang mengejar buka puasa bersama keluarga di rumah. Pengguna transportasi umum pun sama. KRL, MRT, LRT, Transjakarta, hampir sama jam padatnya dengan jalan raya.
Kalau dulu sekali, masyarakat masih banyak yang menunggu adzan magrib sampai menonton siaran televisi, sekarang cenderung berkurang. Kemajuan teknologi informasi membuat publik dapat dengan mudah mengakses waktu berbuka puasa melalui telpon selulernya, selain tentu kalau memasang alarm di berbagai aplikasi. Menikmati hiburan religius, ceramah agama, pengajian lewat ponsel juga menjadi kecenderungan baru.
Saya pernah merasakan bertahun-tahun berbuka puasa di tengah kemacetan lalu lintas sepulang dari kantor. Bertolak dari Olimo, Mangga Besar, pukul 17.00 adzan selalu terdengar ketika mobil masih berada di Jalan Sudirman, biasanya dekat Hotel Sahid atau menjelang Semanggi. Buka dengan air putih dan jajanan ringan yang sudah disiapkan dari kantor.
Waktu itu juga belum ada KRL, yang ada adalah kereta Odong-Odong, istilah masyarakat, yang gerbongnya sering tidak dapat menampung penumpang. Dan di dalamnya ada pedagang aneka barang dan rombongan pengamen yang selalu mendesak ketika ingin lewan. Naik kereta juga tidak praktis karena harus terlebih dulu ke Stasiun Tanah Abang menuju Sudimara. Kalau naik bus Mayasari Bhakti jurusan Kota-Ciputat, biasanya susah dapat bangku. Lagipula sering banyak pencopet dan membawa perasaan kurang aman.
Waktu itu jalur saya adalah Jalan Hayam Wuruk, Medan Merdeka Barat, Jalan Thamrin, Sudirman, Pakubowono, Gandaria, Iskandar Muda, Tanah Kusir, Jalan Veteran, Rempoa, Ciputat. Belum ada jalan tol JORR yang membuat ada pilihan via Tomang atau via Ciledug. Waktu perjalanan kadang mencapai 2 jam 30 menit. Selama 13 tahun melakoni pekerjaan dari Kawasan Kota, awalnya terasa berat, lama-lama biasa juga. Ketika kemudian kembali berkantor di Palmerah, terasa sekali banyak kenikmatan karena jarak ke rumah menjadi lebih dekat. Apalagi kemudian manajemen KRL bertambah maju, jumlah KRL makin banyak, bersih, aman, dan KRL menjadi alat transportasi utama dari rumah ke kantor.
Mengingat tahun-tahun penuh dinamika itu membuat saya bersyukur bahwa semua dapat dilewati dengan baik, malah seperti tidak ingat lagi berbagai tantangan dan kesulitan yang dialami. Ya, umur masih muda, stok tenaga masih kuat, pikiran masih selalu positif dan penuh semangat, seperti tidak ada hambatan yang tidak bisa diatasi.
Semoga begitu pula sikap teman-teman yang masih muda, semangat menjalankan pekerjaan dan tugasnya dan yakin bahwa semua akan dapat dilalui dengan baik. Apalagi dalam suasana Ramadhan, semua cobaan haruslah dianggap sebagai peristiwa pendewasaan, pematangan, untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Tiada kenaikan pangkat tanpa ujian. ***
Baca Juga: Jelang Usia 45, Wulan Guritno Ungkap Alasan Ingin Menikah Lagi: Waktuku Tinggal 2 Tahun
Puasa sendiri sangat banyak aspeknya. Dari sisi fisikal, kita semua tahu dari berbagai artikel bahwa perut tidak terisi selama 14 jam akan mengistirahatkan beberapa fungsi di lambung setelah bekerja selama 11 bulan penuh. Penelitian juga menunjukkan di jam ke-13 perut lapar, sel-sel baik akan memakan sel-sel buruk, bayangkan kalau berlangsung 30 hari maka ada berapa ribu sel buruk yang musnah dari tubuh kita. Tinggal sel-sel baik itu kan mereparasi bagian tubuh yang sakit atau hampir sakit sehingga kembali sehat.