artikel

Bali Mengajarkan Etika Dalam Diam

Rabu, 21 Mei 2025 | 09:12 WIB

Tidak ada yang mengajarkan kamu bagaimana cara bersikap di gang sempit Kintamani pagi itu. Tapi dari satu kesalahan kecil, kamu bisa mendapatkan pelajaran yang jauh lebih dalam juga bermakna disbanding isi seminar mana pun. Etika bukan hanya soal sikap. Etika adalah hasil dari pengamatan, empati, dan kesadaran untuk tidak selalu merasa benar hanya karena tidak tahu.

 

Sekarang kamu mulai mengubah cara pandangmu. Kini kamu tidak lagi menganggap Bali sebagai tempat wisata semata. Bali adalah ruang hidup, ruang suci bagi orang lain. Kamu belajar bahwa menjadi tamu yang baik bukan hanya sopan santun kosong, tetapi memiliki keinginan untuk mendegar dan menyesuaikan diri.

Hari berikutnya kamu pergi berjalan kaki di gang sempit yang sama pada hari itu. Kamu melihat dupa lain diletakkan di tanah. Tidak seperti sebelumnya, kali ini kamu berhenti, bukan karena merasa bersalah, tetappi karena kamu sadar ada sesuatu yang lebih penting dari perjalananmu, yaitu menghargai ruang orang lain. Kamu berdiri untuk sepersekian detik, memandangi asap tipis yang ada di udara, dalam diam kamu meminta maaf atas kesalahanmu di masa lampau.

Etika seperti ini tidak akan pernah kamu temui di peraturan lalu lintas. Etika seperti ini hanya bias tumbuh ketika kamu menundukkan ego dan membuka hati. Etika bukan hanya tentang tahu harus apa. Tapi tahu kapan kamu harus diam, dan kapan harus meminta maaf tanpa diperintah.

Pulang Membawa Hal Baru 

 

Mengingat waktu kamu di Bali akan usai, kamu sadar bahwa kenangan terbaik bukanlah panaroma Gunung Batur atau Pantai Kuta, melainkan pelajaran yang dating dari hal kecil seperti dupa yang terlindas. Kejadian itu menjadi titik balik yang membuatmu memahami bahwa kehidupan bukan hanya tentang terus maju, tapi juga tentang tahu kapan kamu harus berhenti.

Kamu tidak hanya membawa pulang buah tangan atau kerajinan khas Bali. Tappi kamu juga membawa sesuatu yang lebih penting, mengenai pemahaman bahwa etika adalah bentuk tertinggi dari kecerdasan emosional. Di sana kamu belajar untuk menjadi pengamat yang rendah hati, untuk tidak merasa paling tahu di tempat yang bukan wilayahmu, dan untuk tidak keras kepala bahwa segalanya harus sesuai dengan logikamu sendiri

Bali mengajarkan dirimu dengan cara yang unik, tanpa marah, tanpa menyudutkan. Bali membiarkan dirimu belajar sendiri. Itulah cara sebuah budaya menjaga dirinya sendiri, dengan memberi ruang bagi orang luar untuk tumbuh bersama menjadi lebih baik, asal mereka mau merunduk.

Ketika kamu kembali menginjak Jakarta, kamu merasa lebih peka. Kamu menjadi sadar saat memarkir kendaraan, lebih berhati-hati ketika berjalan di tempat umum, dan lebih bijak ketika berbicara tentang budaya lain. Semua perubahan itu berawal dari sebuah dupa yang tak sengaja kamu linda. Luka kecil itu menjadi cahaya dalam ruang gelap yang ada di dirimu. Dulu kamu belum sepenuhnya tahu cara menjadi manusia yang menghormati

Sekarang, kamu tahu bahwa etika merupakan pelajaran yang tak pernah selesai. Tapi sekarang kamu sudah menenkan tombol “start” untuk memulainya.***

(Penulis: adinda Putri farhana)

Halaman:

Tags

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB