edisi.co.id – Masyarakat perlu memahami peran aktivis dan gerakan aktivisme di Indonesia, terutama seiring maraknya eksposur kegiatan aktivis lingkungan. Aktivisme di Indonesia memiliki sejarah panjang yang penuh dengan perjuangan melawan ketidakadilan, baik pada masa kolonial Belanda maupun setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Tulisan ini menguraikan sejarah aktivisme, khususnya aktivis perempuan, tokoh-tokoh penting, serta peran aktivis lingkungan dan kriteria menjadi aktivis muda.
Sejarah Aktivisme di Indonesia
Ada pepatah yang mengatakan, “Jika belum masuk penjara, belum sempurna menjadi aktivis.” Pepatah ini mencerminkan perjuangan tokoh-tokoh seperti Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, dan Soekarno, yang dipenjara karena memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, Sutan Sjahrir menjadi tahanan politik pada masa Orde Lama dan meninggal dunia sebagai tahanan pada 1966.
Contoh lain adalah Hariman Siregar, aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang lahir pada 1 Mei 1949 di Padang Sidempuan. Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ketua Dewan Mahasiswa UI, Hariman memimpin demonstrasi besar dalam Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari pada 15 Januari 1974. Aksi ini menentang kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka serta kebijakan ekonomi Orde Baru yang dianggap memihak kepentingan asing dan korupsi.
Baca Juga: Perempuan Tangguh: Memimpin di Tengah Krisis, Membangun Peradaban.
Bersama Adnan Buyung Nasution dan tokoh mahasiswa lainnya, Hariman menghadapi represi keras: ia ditangkap, diadili atas tuduhan makar, dan terancam hukuman mati sebelum akhirnya dibebaskan. Hingga usia 75 tahun pada 2024, Hariman tetap konsisten sebagai dokter dan aktivis reformasi yang memperjuangkan demokrasi.
Kisah Hariman menunjukkan bahwa aktivis mahasiswa sering menjadi garda terdepan dalam melawan otoritarianisme, dengan risiko penjara atau ancaman nyawa. Aktivis sejati harus berpijak pada kebutuhan masyarakat dan konsisten dengan idealismenya. Konsistensi antara ucapan, tindakan, dan pemikiran membuat aktivis dihormati rakyat. Contohnya adalah Marsinah, aktivis buruh yang dibunuh pada 8 Mei 1993 di Sidoarjo, Jawa Timur, karena memperjuangkan hak buruh.
Aktivis sejati tidak pernah berkompromi dengan rezim atau membelok dari fakta kondisi bangsa.
Aktivis Lingkungan
Aktivis lingkungan berjuang melindungi keanekaragaman hayati Indonesia dari eksploitasi akibat kepentingan kapitalisme. Mereka tidak hanya mengkritik kerusakan lingkungan, tetapi juga melakukan aksi nyata seperti edukasi lingkungan, penghijauan, dan pengelolaan sampah berkelanjutan. Istilah “sedia payung sebelum hujan” relevan untuk menggambarkan pentingnya kritik terhadap pembangunan yang mengabaikan tata ruang, seperti pembangunan mal atau hotel yang merusak destinasi pariwisata.
Aktivis lingkungan juga terlibat dalam aksi konkret, seperti membersihkan sungai atau saluran air, sambil terus mengkritik kebijakan publik yang keliru. Mereka menghadapi kekuasaan dan pemilik modal sembari menawarkan solusi nyata bagi masyarakat.
Kriteria Menjadi Aktivis Muda
Seorang aktivis harus memiliki wawasan luas dan gemar membaca. Gerakan Ibu Peduli Reformasi 1998, yang melibatkan tokoh seperti Karlina Supelli, Gadis Arivia, dan Julia Suryakusuma—semuanya bergelar doktor—menunjukkan pentingnya intelektualitas dalam aktivisme. Pasca-Reformasi, mereka tetap konsisten bergerak di akar rumput dan menjadi suara kritis tanpa tergoda kekuasaan.
Rocky Gerung, aktivis dan pengamat sosial, juga dikenal melalui keterlibatannya dalam SETARA Institute, yang fokus pada advokasi demokrasi dan hak asasi manusia. Ia vokal mengkritik kebijakan pemerintah melalui berbagai platform publik.
Artikel Terkait
Konvergensi Media Bukan Lagi Pilihan Tapi Keharusan
Tanamkan Cinta Tanah Air, Vihara Metta Karuna Maitreya gelar Napak Tilas ke 3 Museum
Wardah Youth Ambassador: Membawa Energi Baru, Mencetak Dampak Nyata
Pemprov DKI Jakarta dan PT KAI Akan Uji Coba Pelican Crossing di Stasiun Cikini
Menyambut Kewajiban Halal 2026, JIC Gelar Talk Show Edukatif untuk UMKM dan Masyarakat