Edisi.co.id - Peluh membanjiri wajahnya dan napasnya mulai tersengal. Lelahnya perjalanan sudah menguras tenaga ustaz muda tersebut.
“Apakah pohon petai sudah dekat?” tanyanya.
“Ini baru permulaan, Bang. Kita masih harus melewati tiga bukit lagi.”
Jawaban itu membuat Ustaz Awi terdiam. Rasa terkejut bercampur takjub. Bagaimana tidak, sementara kakinya mulai berat dan tubuhnya terasa melemah, warga di depannya tetap melangkah ringan. Wajah mereka tenang tanpa gurat kelelahan sedikit pun, seolah stamina mereka tak pernah habis.
Hari itu, ia memutuskan mengikuti warga mencari hasil hutan, salah satunya petai di TNBT. Dalam pikirannya, perjalanan itu akan seperti pendakian biasa, mungkin melelahkan, tapi bisa diukur. Namun, kenyataannya jauh di luar dugaan.
Ritme berjalan para warga begitu cepat dan stabil. Mereka menanjak dan menuruni lereng curam tanpa ragu, seolah medan berat itu hanyalah jalan biasa di depan rumah. Sementara Ustaz Awi harus berjuang keras menjaga keseimbangan di antara bebatuan licin dan akar-akar besar yang melintang.
Suku Talang Mamak adalah suku pedalaman Riau yang menggantungkan hidupnya secara tradisional di sepanjang aliran Sungai Indragiri dan kawasan Taman Nasional Tiga Puluh (TNBT).
Tanpa pencahayaan dan jaringan, mereka memutar perekonomian dengan mengambil damar, getah pohon besar, serta hasil hutan lain yang bisa dijual, seperti petai.
Di tengah penduduk pedalaman inilah dai Dewan Dakwah, Ustaz Awi Andrizal, memulai perjalanan dakwahnya, tepatnya di Dusun Nunusan, Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Perjalanan Ekstrem ke Dusun Nunusan, Desa yang Tidak Terdata di Maps
Entah sudah kali keberapa Ustaz Awi dan rombongan turun dari perahu kayu yang mereka tumpangi saat menyusuri Sungai Batang Gansal agar perahu tersebut lebih ringan ketika melewati arus jeram.
“Perjalanan menuju lokasi dakwah sangat ekstrem karena melewati banyak batu-batu besar serta sungai yang deras. Beberapa kali kami turun dari perahu kayu agar perahu lebih ringan ketika melewati arus jeram tersebut,” ujar Ustaz Awi, awal November 2025.
Perjalanan lewat jalur air tersebut ditempuh beberapa jam setelah perjalanan darat dari pusat kota kabupaten, yakni Kota Rengat.
Artikel Terkait
Qurban Pertama & Satu-satunya di Pedalaman Blitar, Jawa Timur
Alhamdulillah, Laznas Dewan Dakwah Raih Penghargaan Program Unggulan Dakwah Pedalaman
Di Gedung DPR,MPR RI, Dewan Dawah Resmi Melepas 137 Guru Ngaji ke Pedalaman Negeri Indonesia
AFKN dan UIN Walisongo Semarang Teken MoU Kerja Sama Dakwah Pedalaman
Kiprah Daiyah Pertama di Pedalaman, Ustadzah Ila Beri Warna Baru di Tanasumpu
Tak Ada Bekas Luka usai Sempat Diculik ke Suku Pedalaman Jambi, Bilqis Awalnya Tak Mau Ikut saat Dijemput Polisi