Refleksi Imajiner Surya Paloh : Don’t Cry for Me Indonesia

photo author
- Senin, 22 Mei 2023 | 17:08 WIB
Aku kecewa pada temanku itu. Tapi lebih kecewa lagi pada diriku sendiri.
Aku kecewa pada temanku itu. Tapi lebih kecewa lagi pada diriku sendiri.

Malah, semakin kuat tekadku melawan rezim jorok, picik, dan khianat terhadap cita-cita bangsa. Karena aku yang bertanggung jawab terhadap kehadiran rezim durhaka ini, aku tak meminta rakyat untuk membantuku melawannya. Boleh jadi aku kalah. Tapi aku ingin kalah secara terhormat.

Ingat, wahai penguasa! Ojo dumeh. Jangan mentang-mentang. Sejarah banyak mencatat tumbangnya pemimpin besar dan pemimpin kuat karena pemimpin yang berusaha memperkuat dirinya dengan cara-cara bedebah justru akan berbalik menghantam dirinya sendiri dari dalam maupun dari luar. Tak perlu membaca sejarah negara lain untuk bercermin diri. Tengoklah sejarah kita sendiri.

Siapa sangka great man Soekarno dan strong man Soeharto tehempas dari Istana secara tak terduga dan meninggal dalam kesunyian yang getir. Pemimpin kita yang sekarang bukan orang besar ataupun orang kuat. Dia juga bukan orang yang cerdas. Banyak orang dengan berbagai kepentingan menjemput dia dari kampung halamannya untuk menjadi proksi bagi kepentingan mereka. Aku ikut-ikutan karena termakan propaganda bahwa dia  walikota terbaik dunia, pembuat mobil Esemka. Pasti orang ini luar biasa!

Sebenarnya aku cukup heran pemimpin dengan kapasitas sangat terbatas ini bertahan hingga dua periode. Tapi aku sadari bahwa kekuasaannya awet karena pencitraan manipulatif yang menipu rakyat, menipu kita semua. Aku ingin mengungkap siapa dia sebenarnya. Tapi dia telah bertransformasi menjadi penguasa yang berbahaya bagi negara, bagi diriku sendiri. Ia menciptakan kerusakan yang hampir menyeluruh. Ia memanjakan oligarki, melayani kepentingan Cina, membangun politik dinasti, menimbun utang yg harus dibayar rakyat, memarakkan korupsi, meninggalkan legacy IKN dan proyek infrastruktur lain yang mangkrak. Astaghafirullahul azim! Aku belum pernah merasa bersalah seperti ini.

Untuk semua ini, ditambah kebijakan-kebijakan  yang melanggar banyak aturan bernegara, semestinya rezim ini telah kehilangan legitimasi. Namun, karen kebodohan, ketakutan, dan dikendalikan kekuatan lain, bukannya memperbaiki kesalahan di ujung pemerintahannya, ia justru bertindak ngawur, ceroboh, dan mengekspos keluarganya ke hadapan bahaya.

Baca Juga: PT Pembangunn Jaya Acol Raup Laba Bersih di 2022 Sebesar Rp 152 Miliar

Ia tak mau belajar pada nasib keluarga Soekarno yang harus hidup terkucil dan dibatasi akses politik dan ekonomi mereka dalam wakt lama. Ia juga lupa pada nasib keluarga Soeharto yang dimaki dan dikucilkan masyarakat. Putera bungsu Soeharto bahkan harus mendekam dalam penjara.

Aku menyesal harus mengungkap hal-hal buruk tentang prmerintahan yang kelahirannya turut aku bidani. Silakan Anda tak percaya, tapi sesungguhnya dengan mengusung tokoh muda cemerlang untuk menjdi presiden berikut, aku berikhtiar untuk menebus dosaku kepada rakyat.

Tak kuduga begitu bengis reaksinya. Ia terus berupaya menghancurkan seluruh napas hidupku. Tak apa. Aku dididik orgtuaku, kebudayaaku, dan agamaku, untuk senantiasa melawan kemungkaran. Mendiamkannya berarti aku lebih zalim daripada penzalim itu sendiri. Mungkin banyak orang menertawaiku karena dipecundangi orang yang bukan dari kelasku. Aku terima kalau ditertawai rakyat yang dulu pernah memperingatkan aku tentang watak asli temanku ini. Ketika itu aku malah balik menertawai mereka. Aku menyesal, tapi tak usah memaafkan aku.

Memang pahit di puncak kesuksesanku sebagai politisi dan pengusaha aku dipecundangi lelaki dungu, tak tahu balas budi, dan tak tahu hukum-hukum kehidupan. Tapi akan kuhadapi semua ini dengn dada yang membusung.

Baca Juga: Menjelang Kedatangan Jemaah Haji, Juru Masak Daker Madinah Diberi Pembekalan

Percuma kau menindas Surya Paloh! Aku berdiri di sini, telanjang dalam ruang terang, tanpa siapa-siapa. Aneh kalau kau yang powerful berani menghadapi orang seperti ini, orang yang terzalimi dan yang kau khianati.

Biarlah aku kalah. Dan dilupakan. Kalaupun ada yang peduli pada diriku, aku ingin Surya Paloh dikenang sebagai orang yang kalah dalam perjuangan. Itu saja! ***

Tangsel, 21 Mei 2024

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Asri Al Jufri

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X