• Sabtu, 23 September 2023

Tidak Selalu Hitam Putih

- Senin, 5 Juni 2023 | 16:05 WIB
Hendry CH Bangun
Hendry CH Bangun

Catatan Hendry Ch Bangun

Edisi.co.id - Saya berdiskusi dengan seorang teman pimpinan media di daerah. Dia mengeluhkan soal kemitraan dengan pemerintah di kabupaten kota yang tidak jelas ukurannya dalam kerjasama pencitraan kegiatan Bupati dan Walikota atau organisasi perangkat daerah (OPD).

“Kadang percuma status media kita terverifikasi faktual. Jumlah iklan kerjasama kami kalah jauh sama media siber yang dikelola seadanya, bahkan tidak terverifikasi administrasi, ” ujarnya. “Seharusnya Dewan Pers membuat surat edaran agar kerjasama diprioritaskan dengan media yang manajemennya sesuai standar.”

Sebaliknya ada teman lain yang mengeluh, diputus kerja sama dengan pemerintah daerah sejak nama medianya tidak lagi ada di situs dewanpers.or.id karena dalam uji petik dianggap tidak memenuhi syarat dan ketika diminta memperbaiki tidak diupdate. Ada yang kontrak diputus, bahkan ada tayangan sudah dimuat tetap tidak bisa ditagih.

Sebagaimana Peraturan Dewan Pers No.1 tahun 2022, Dewan Pers berhak melakukan uji petik setiap saat, dan kalau media yang dicek dianggap meragukan, diminta memberi data baru, memperbaiki konten, dst. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak dilakukan, status diturunkan, terdegradasi. Media mana yang dijadikan kelinci percobaan ini, tidak jelas kriterianya. Apakah berdasarkan pengaduan, atau sekenanya, belum ada ketentuan dari peraturan di atas.

Baca Juga: Bhabinkamtibmas Pulau Lancang, Polres Kepulauan Seribu Sambangi Remaja dan Imbau Terkait Berita Hoax

Yang jelas, kalau sudah masuk radar uji petik, siap-siap saja mendapat nasib buruk, karena sudut pandang Dewan Pers saat ini sudah lebih sebagai regulator –bahkan saya pernah sebut Deppen zaman Orde Baru—padahal mestinya semua aturan harus atas kepentingan media massa, yang organisasinya menjadi konstituen Dewan Pers.

Soal hubungan langsung status terverifikasi dan kerjasama iklan ini adalah masalah klasik dan akan selalu ada karena kondisi yang ada: media terus tumbuh sebaliknya anggaran pemerintah daerah yang terbatas. Belum lagi ditambah kenyataan semakin besarnya peran media sosial dengan konten berita seperti Youtube, Instagram, Facebook, Tiktok, dalam mencapai target audiens yang selama ini seperti milik media massa. ***

Poin penting verifikasi adalah bahwa perlu ada aturan untuk menjadikan media massa dikelola secara profesional oleh wartawan kompeten taat Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Pers. Dengan demikian maka diharapkan karya jurnalistiknya sesuai standar, dan yang tidak kalah penting bermanfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan publik.

Mengapa dibuat aturannya oleh Dewan Pers karena banyaknya keluhan dari masyarakan atas kinerja media yang pemberitaanya sesuka hati, tidak menghargai privasi, main tuduh tanpa konfirmasi, beritanya tidak sesuai standar dan KEJ, dst, dan bahkan kerap menjadi berita sebagai alat pemerasan. Keadaan ini disebabkan mudahnya membuat media, tidak ada kewajiban lagi wartawan menjadi organisasi tunggal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang syarat-syaratnya ketat, seperti ditetapkan dalam UU Pers. Disinyalir ada 40-an media massa meskipun ketika coba dilakukan survei di lapangan, jumlahnya masih di hanya belasan ribu saja.

Baca Juga: Satuan Polair Polres Kepulauan Seribu Melaksanakan Patroli Malam Rutin, Jaga Kamtibmas dan Sambang ke Nelayan

Dengan adanya status terverifikasi, maka masyarakat dapat memilih media yang sudah diperiksa baik pengelola dan pengelolaannya, serta isinya, dan dinyatakan oke oleh Dewan Pers. Istilahnya waktu itu status terverifiksi seperti label Halal atas produk atau tempat makan. Orang tidak lagi ragu dan bertanya sebelum menikmati hidangan. Tapi kalaupun mau makanan makanan yang tidak halal, ya terserah juga. Status itu hanya semacam pemberitahuan.

Belakangan pemerintah provinsi dan kabupaten kota mengadopsi status baik seluruhnya ataupun sebagian itu untuk memudahkan kerjasama kemitraan dengan media. Ada yang menjadikannya sebagai Pergub, Perbup, Perwali, atau sejenisnya, sebagai panduan bagi OPD yang menjadi pelaksana proyek kemitraan media. Seperti jalan pintas untuk menyelesaikan kegaduhan atas persoalan yang ada.

Jalan ini dilakukan karena banyak staf Dinas Kominfo yang putus asa menghadapi permintaan dari pengelola media yang tidak henti-hentinya. Semua ingin dapat, padahal kualitas medianya jauh berbeda. Semua ingin dapat padahal anggaran terbatas. Belum lagi terror mereka yang sudah merasa senior, dekat dengan pejabat, tim sukses, atau utusan anggota DPRD, yang membuat banyak staf stress.

Halaman:

Editor: Ilham Dharmawan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Mengulik Pribadi yang Komunikatif

Sabtu, 16 September 2023 | 08:45 WIB

Berkontemplasi Dari Filosofi Pensil Sang Kiai

Selasa, 5 September 2023 | 16:54 WIB

Urgensi Chemistry Dalam Dunia Kerja dan Organisasi

Senin, 21 Agustus 2023 | 13:29 WIB

Status Wartawan Utama

Sabtu, 19 Agustus 2023 | 08:53 WIB

Makna Merdeka Dalam Sudut Pandang Islam

Jumat, 18 Agustus 2023 | 11:33 WIB
X