Edisi.co.id - Ada pepatah mengatakan gajah tidak akan pernah lupa,tetapi hewan yang hebat ini tidak sebatas perangkat keras raksasa berjalan. Semakin kita mempelajari gajah, semakin tampak bahwa ingatan mereka yang mengagumkan hanyalah salah satu aspek kecerdasan yang luar biasa yang membuatnya termasuk ke dalam makhluk paling sosial, kreatif, dan baik hati di bumi. Tidak seperti kebanyakan pepatah, pepatah tentang ingatan gajah secara ilmiah akurat.
Gajah mengenal setiap anggota dalam kawanan mereka, mampu mengenali sebanyak 30 rekan berdasarkan penglihatan atau bau. Hal ini sangat membantu saat migrasi atau bertemu gajah lain yang berpotensi bermusuhan.
Gajah juga mengingat dan membedakan isyarat tertentu yang menandakan bahaya dan dapat mengingat lokasi penting jauh setelah kunjungan terakhir mereka. Tetapi, ingatan yang tidak ada hubungannya dengan bertahan hidup yang paling menarik.
Baca Juga: Nikmatnya Kuliner Indonesia, Ini 4 Faktornya
Gajah mengingat tidak hanya rekan dalam kawanan Tetapi juga makhluk lain yang telah menimbulkan kesan mendalam bagi mereka. Contohnya, dua gajah sirkus yang melakukan pertunjukan bersama dalam waktu singkat bersuka cita saat tidak sengaja bertemu 23 tahun kemudian.
Pengenalan ini tidak terbatas pada spesies gajah saja. Gajah pun mengenali manusia yang dikenalnya setelah terpisah puluhan tahun. Semua ini menunjukkan bahwa ingatan gajah melampaui respons atas stimulus.
Dengan melihat isi kepala mereka, kita bisa mengetahui sebabnya. Gajah memiliki otak terbesar di antara mamalia darat mana pun, begitu pula "kecerdasan ensefalisasi" yang mengagumkan. Inilah ukuran otak sesuai dengan perkiraan kita untuk ukuran tubuh hewan, dan EQ gajah hampir setinggi simpanse. Terlepas dari hubungan jauh, evolusi konvergen secara mengejutkan mirip dengan otak manusia dengan neuron dan sinapsis serupa serta hipokampus dan korteks serebri yang sangat berkembang.
Baca Juga: Bertemu Penasehat Khusus Perdana Mentri Jepang, Menhub Bahas Kerjasama Transportasi
nilah hipokampus, yang sangat terkait dengan emosi, yang membantu ingatan dengan memasukkan pengalaman penting ke dalam ingatan jangka panjang. Kemampuan untuk membedakan hal penting ini membuat ingatan gajah menjadi kompleks dan mampu beradaptasi yang melampaui ingatan menghapal. Inilah yang memungkinkan gajah yang selamat dari kekeringan di masa muda akan mengenali tanda bahaya saat dewasa, dan klan dengan pemimpin gajah betina tua punya harapan hidup lebih tinggi.
Sayangnya, kemampuan ini juga menjadikan gajah salah satu dari sedikit hewan non-manusia yang menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Di samping itu, korteks serebri mengaktifkan pemecahan masalah, yang ditunjukkan gajah melalui banyak cara yang kreatif. Gajah juga memecahkan masalah secara koorperatif, bahkan terkadang mengecoh peneliti dan memanipulasi pasangan mereka.
Gajah telah memahami aritmatika dasar, dapat menghitung jumlah relatif buah dalam dua keranjang setelah banyak perubahan. Kombinasi yang jarang antara ingatan dan pemecahan masalah dapat menjelaskan beberapa perilaku gajah yang paling cerdas, tetapi tidak menjelaskan beberapa hal yang baru saja mulai kita pelajari mengenai kehidupan mental mereka.
Gajah berkomunikasi menggunakan banyak hal mulai dari isyarat tubuh dan vokalisasi, hingga gema infra merah yang dapat terdengar beberapa kilometer jauhnya. Pemahaman sintaks menegaskan bahwa gajah punya bahasa dan tata bahasa sendiri. Kesadaran bahasa ini mungkin melampaui batas komunikasi sederhana.
Gajah menghasilkan seni dengan secara teliti memilih dan menggabungkan warna dan elemen berbeda. Gajah juga dapat mengenali 12 nada musik berbeda dan membuat ulang melodi. Dan betul, ada band gajah. Tetapi, mungkin yang paling menakjubkan mengenai gajah adalah kapasitas yang lebih penting daripada kepintaran: yaitu rasa empati, altruisme, dan keadilan. Gajah adalah satu-satunya hewan non-manusia yang berduka atas kematian, melakukan ritual pemakaman dan kembali untuk singgah ke kuburan.