HPN 2025 Kalsel dan Rasa Tulisan yang Harus Ada

photo author
- Sabtu, 22 Februari 2025 | 09:27 WIB
Penulis (kanan) dan Dahlan Iskan (Foto Istimewa)
Penulis (kanan) dan Dahlan Iskan (Foto Istimewa)

"Rasa" tulisan tidak hanya sekadar ciri khas, tetapi lebih dalam daripada itu ia lahir dari kualitas verifikasi data, menjaga norma dan etika jurnalisme, dan kemampuan menyajikan data secara apik. Untuk sampai ke tahap itu pengetahuan wartawan tentang sesuatu hal harus lebih dari cukup. Wartawan yang sebenarnya tahu persis bagaimana menjaring dan menggali berbagai informasi. Pergaulan yang luas, kedekatan dengan sumber-sumber anonim, lalu masuk ke lorong-lorong "off the record" demi mendapatkan data-data underground adalah di antaranya. Ditambah lagi dengan hadirnya AI sekarang. Apa saja infonya yang diinginkan tinggal klik chatgpt atau sejenisnya.

Seorang wartawan senior pernah mengatakan, sebagai wartawan kita harus paham rumus 9-10. Yakni 9 yang diketahui publik dan 10 yang diketahui wartawan. "Wartawan harus tahu lebih banyak. Minimal satu poin dari masyarakat," katanya.

Jurnalisme Berbasis Data

Pada Sabtu malam, 8 Februari 2025, Gedung Mahligai Pancasila di Kota Banjarmasin menjadi saksi perhelatan Gala Dinner Hari Pers Nasional (HPN) 2025. Acara ini dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Gubernur Kalimantan Selatan H. Muhidin, serta Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch. Bangun.

Dalam kesempatan itu, Fadli Zon berbicara panjang lebar tentang sejarah pers Indonesia dan para wartawan hebat yang telah mewarnainya. Ia menekankan bahwa pers memiliki keterkaitan erat dengan kebudayaan, karena banyak tokoh pers juga merupakan budayawan yang mencintai kekayaan budaya Indonesia. Nama-nama besar seperti Rosihan Anwar dan Jamaluddin Adinegoro menjadi contoh bagaimana seorang wartawan tak hanya menulis berita, tetapi juga berkontribusi dalam membangun peradaban bangsa.

Sejarah Indonesia tak lepas dari kekuatan lisan dan aksara, syair dan tulisan, serta keberanian dalam menyuarakan kebenaran. Sejak masa kerajaan hingga era perjuangan kemerdekaan, pers selalu menjadi bagian penting dalam perjalanan bangsa. Kata-kata, menurutnya, bukan sekadar rangkaian huruf, melainkan nyawa yang menghidupkan peradaban.

Dalam refleksi pribadinya, Fadli Zon mengungkapkan bahwa dirinya pun pernah menjadi wartawan sejak duduk di bangku kelas tiga SMA. Dunia jurnalistik bukan sekadar profesi baginya, tetapi jalan hidup yang kemudian membawanya menjadi redaktur majalah sastra Horison selama dua dekade.

Sempena HPN 2025, dia menyoroti tantangan besar yang dihadapi pers di era digital. Kebebasan pers harus tetap bertanggung jawab agar tetap menjadi cahaya bagi bangsa, terutama di tengah derasnya arus disinformasi dan pengaruh algoritma yang sering kali membelokkan realitas. Dalam dunia yang semakin kompleks ini, ia mengajak insan pers untuk terus menjaga kata-kata agar tetap menjadi penuntun kebenaran dan tidak kehilangan esensinya sebagai penjaga nurani bangsa.

Keesokan harinya, pada Puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2025 pada 9 Februari 2025 alumni Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang FIB UI) ini mengingatkan pers bukan hanya sekadar mengabarkan. Tetapi pers juga mengawal kebijakan dan mengawasi transparansi dalam sektor-sektor vital. Pers hadir dan berkontribusi dalam perjalanan demokrasi Indonesia dengan kemampuan pemberitaan berbasis data dan fakta.

“Tanpa jurnalisme yang berbasis data, masyarakat bisa terjebak dalam disinformasi,” tegas Fadli Zon.

Konsep jurnalisme berbasis data yang diapungkan orang dekat Presiden Prabowo Subianto ini menarik untuk ditelaah kembali. Pers memang sangat dengan data. Tak ada data, tak ada info yang bisa dikabarkan. Melengkapi rumus berita 5W1H saja perlu data yang cukup. Apalagi di era informasi yang semakin kompleks ke depan ini, maka jurnalisme berbasis data menjadi kunci dalam menyajikan berita yang akurat, mendalam, dan berbasis fakta.

Dengan memanfaatkan data sebagai landasan utama, jurnalisme tidak hanya mengandalkan opini atau narasi subjektif, tetapi juga menghadirkan informasi yang dapat diverifikasi dan dipertanggungjawabkan. Data membantu wartawan menggali pola, mengungkap tren tersembunyi, serta memberikan konteks yang lebih luas terhadap suatu peristiwa. Dalam dunia yang dibanjiri informasi, pendekatan ini sangat penting untuk melawan hoaks dan disinformasi yang sering kali tersebar tanpa dasar yang jelas.

Selain itu, jurnalisme berbasis data juga berperan dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, baik dalam pemerintahan, bisnis, politik maupun isu sosial. Dengan analisis data yang tepat, wartawan dapat mengungkap ketimpangan sosial, korupsi, serta berbagai permasalahan yang mungkin terlewat oleh pendekatan jurnalistik konvensional.

Baca Juga: PMI Kota Jakarta Utara gelar Pelatihan Vertikal Rescue

Jurnalisme ini bukan hanya sekadar menyajikan angka, tetapi juga mengubah data menjadi cerita yang bermakna dan mudah dipahami oleh publik. Oleh karena itu, di tengah era digital yang dipenuhi dengan informasi instan, jurnalisme berbasis data menjadi pilar penting dalam menjaga kredibilitas media dan membantu masyarakat memahami realitas dengan lebih jelas.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ilham Dharmawan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X