Mencari Solusi Kasus Masjid Jami Nurul Islam, Koja, Jakarta Utara

photo author
- Kamis, 13 April 2023 | 11:47 WIB
Masjid Jami Nurul Islam Koja, Jakarta Utara.
Masjid Jami Nurul Islam Koja, Jakarta Utara.

Oleh : Fathurohman (Peneliti Pusat Riset Ketahanan Nasional Universitas Indonesia)

Edisi.co.id - Kita sepakat bahwa masjid adalah rumah Allah yang menjadi sarana ibadah umat Islam. Selain itu, fungsi masjid juga sebagai pusat dakwah, pengajaran agama, pembinaan moral, serta pusat pengembangan peradaban Islam. Tentu kewajiban kita menjaga kesucian masjid  dari segala aspek yang bersifat merusak. Bahkan bila kita ingin mendapat predikat beriman, kita wajib memakmurkan masjid tersebut.

Pengejawantahan beriman pada konteks memakmurkan masjid harus diinterpretasikan secara proporsional. Dari makna memakmurkan masjid tersebut jelas bahwa pengertian berima bukan hanya berkutat pada lingkup teologis (sholat dan ngaji di masjid). Namun yang terpenting, bahwa aktivitas memakmurkan itu harus menyentuh realitas fisik dari masjid itu sendiri, mulai dari upaya pembangunannya, kelengakapan fasilitas, keindahan,  dll. Tujuannya adalah untuk menjadikan masjid sebagai tempat yang nyaman untuk beribadah.

Terkait pembangunan masjid, tak lepas dari awal perencanaannya, mulai dari pemilihan lokasi, status lahan, proses pengalihan lahan dari pribadi menjadi wakaf, serta  pengadaan material melalui sumbangan donatur dan swadaya masyarakat. Akan lebih baik kalau pembangunan masjid ini dikordinir oleh sebuah kepanitiaan. Para dermawan bisa menjadikan aktivitas pembangunan ini sebagai ladang amal dengan menyisihkan sebagaian hartanya.

Baca Juga: Pembangunan Jaringan Pipa Air Limbah Sebagai Upaya Peningkatan Akses Sanitasi Layak Bagi Warga Jakarta

Dalam kenyataan, kita sering menemukan dinamika di kalangan umat Islam pada saat membangun masjid. Kadang terjadi kekurangan dana sehingga berdampak pada  proses pengerjaannya. Bahkan sering juga terjadi konflik di internal kepanitiaan yang akhirnya menyebabkan terbengkalainya pembangunan dan terganggungan aktivitas di masjid tersebut.

Salah satu  contoh yang patut dijadikan pelajaran, yaitu proses pembangunan Masjid Jami’ Nurul Islam yang terletak di Jalan Cipeucang II, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Sudah lebih 12 tahun, sejak penyerahan lahan kepada warga untuk dibangun masjid, terjadi konflik antara jamaah dengan pemilik tanah wakaf. Hingga kini konflik tersebut belum juga menemukan  solusi bahkan semakin melebar.

Malahan pada saat menjelang bulan Ramadhan, tepatnya tanggal 14 Maret 2023 lalu, para jamaah sontak heboh lantaran pemilik tanah atas nama Haji Nur Alam diduga hendak melakukan penutupan akses menuju masjid. Beliau sudah mendatangkan material bangunan dan melakukan pengukuran terkait upaya penutupan itu. Tindakan tersebut telah memancing kemarahan  warga dan jamaah yang kemudian berlanjut pada pengusiran terhadap tukang yang akan melakukan pekerjaan.

Percekcokan tak bisa dihindarkan antara jamaah dengan Haji Nur Alam, sehingga mengundang keterlibatan aparat penegak hukum untuk meredakannya. Namun upaya memedisi itu belum juga membuahkan hasil. Padahal, implikasi dari konflik ini bukan hanya sebatas  hubungan antara jamaah dengan pemilik tanah, tetapi juga punya implikasi vertikal kepada Allah SWT.

Baca Juga: Akan Terjadi Fenomena Alam Gerhana Matahari Hibrida, Inilah Lokasi dan Waktu Menyaksikannya di Indonesia

Karena itu, quo vadis Masjid Jami Nurul Islam? Sampai kapan konflik ini harus berlanjut? Apakah tidak bisa ishlah atau berdamai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu adanya solusi yang disepakati bersama.

Flashback

Rencana pembangunan masjid ini dimulai sejak 15 Maret 2005, ketika warga  RW. 012 (pengelola Musholla Nurul Islam) meminta kepada Haji Rawi (tokoh masyarakat) untuk mewakafkan tanahnya untuk dibangun masjid. Warga juga sepakat untuk membongkar musholla yang akan dijadikan lahan parkir dari masjid yang akan dibangun.

Namun salah seorang warga yaitu Haji Nur Alam meminta agar pembangunan masjid  dipindah ke lahan miliknya. Haji Nur Alam beralasan bahwa tanah miliknya yang bersebelahan dengan rencana lokasi masjid itu akan dijual untuk Kantor Kelurahan Koja (meski akhirnya penjualan itu tidak jadi). Haji Nur Alam juga berjanji bahwa musholla yang berdekatan dengan tanah wakaf Haji Rawi akan dibongkar untuk dijadikan lahan parkir  bersama antara masjid dan kantor kelurahan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Asri Al Jufri

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X