Mencari Solusi Kasus Masjid Jami Nurul Islam, Koja, Jakarta Utara

photo author
- Kamis, 13 April 2023 | 11:47 WIB
Masjid Jami Nurul Islam Koja, Jakarta Utara.
Masjid Jami Nurul Islam Koja, Jakarta Utara.

Setelah bermusyawarah, warga dan juga donator sepakat untuk menerima usulan dari Haji Nur Alam tersebut.  

Baca Juga: Audiensi dengan Dewan Pendidikan, PWI Jakarta Utara Wacanakan Pelatihan Jurnalistik di Sekolah

Sesuai kesepakatan tersebut, pembangunan masjid pun dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Haji Nur Alam, dengan nama Masjid Nurul Islam. Bahkan Haji Nur Alam yang memberikan sabutan saat peletakan batu pertama, memberikan tambahan  nama “jami” sehingga menjadi “Masjid Jami’ Nurul Islam”. Beliau juga menyumbang semen, yang kemudian diikuti oleh donator lain yang juga ikut menyumbang.

Setelah pembangunan masjid selesai dan ditempati oleh jamaah, maka pada tanggal 03 Mei 2011, Haji Rawi (sebagai panitia dan juga donator) menyerahkan masjid tersebut kepada jamaah dan warga RW. 012 melalui Haji Nur Alam untuk difungsikan sebagai sarana ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya.

Namun beberapa bulan setelah bangunan masjid itu diserahkan, Haji Nur Alam tidak mau masuk ke dalam masjid, dan juga tidak ada tindak lanjut untuk memfungsikan masjid tersebut. Tidak pernah rapat atau musyawarah dengan jamaah. Karena itu, sekitar 15 orang jamaah berinisiatif melakukan silaturrahmi ke rumah Haji Nur Alam. Mereka datang ke rumah Aji Nur Alam seusai sholat subuh, dengan tujuan untuk membicarakan tindaklanjut pengelolaan Masjid Jami' Nurul Islam. Mereka juga berharap agar Haji Nur Alam bisa memimpin para jamaah. Sayangnya kehadiran sejumlah warga ini ditolak oleh Haji Nur Alam.

Baca Juga: Aktor dan Model Jung Chae Yul Dikabarkan Meninggal Dunia

Kemudian pada tanggal 23 Nopember 2011, warga dan jamaah melakukan rapat. Mereka sepakat untuk kembali datang ke rumah Haji Nur Alam guna menyerahkan tiga sertifikat asli atas nama keluarga Haji Rawi. Tiga sertifikat tanah itu akan digabungkan dengan tanah milik Haji Nur Alam untuk djadikan wakaf Masjid Jami’ Nurul Islam. Namun kehadiran Ketua RW 012 Haji  Saba'i bersama Ketua RT. 001 - RT. 013 dan juga Ketua LMK ini, ditolak oleh Haji Nur Alam.

Pada tanggal 01 Desember 2011, Haji Nur Alam meminta agar nama masjid diganti menjadi Masjid Al-Islah, kemudian diganti lagi menjadi Masjid Al-Muhklisin. Proses ini  disaksikan oleh Walikota Jakarta Utara dan jajaran Muspika. Tindakan sepihak dari Haji Nur Alam itu dianggap  mencederai perjanjian awal. Warga merasa ditipu oleh Haji Nur Alam. Para donator dan jamaah meminta agar bangunan masjid dipindahkan ke tanah wakaf Haji Rawi, yang merupkan lokasi awal. Tanah wakaf keluarga Haji Rawi ini sudah memiliki sertifikat, yaitu Sertifikat Wakaf No. W.32, dan diresmikan tahun 2018 oleh Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin, yang sekarang menjadi Wakil Presiden RI.

Pro-kontra

Fenomena konflik sosial ini biasanya berawal dari pro-kontra yang abstrak karena  egosentris komunal yang akhirnya menghambat komunikasi. Terjadinya  konflik terkait Masjid Jami Nurul Islam juga ditimbulkan oleh kuatnya egosentris dari pihak yang terlibat. Haji Nur Alam tidak mau menerima informasi yang baik dan selalu mengelak untuk bertemu. Akibatnya, opini yang berkembang di masyarakat semakin memperlebar pertentangan tersebut.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dalam Terkait Transaksi QRIS

Situasi tersebut makin memperparah konflik yang tidak kunjung selesai. Bahkan terkesan konflik ini terjadi antara pribadi Haji Rawi dengan Haji Nur Alam. Padahal Haji Rawi sudah tidak ada kaitan dengan masjid tersebut karena sudah diserahkan kepada jamaah melalui Haji Nur Alam. Pertanyaannya: mengapa jamaah tidak setuju Haji Nur Alam menaruh material di masjid, bukankah sudah diserahkan ke Haji Nur Alam?

Haji Rawi (sebagai panitia dan juga donatur) menyerahkan pengelolaan masjid tersebut kepada jamaah  melalui Haji Nur Alam yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Artinya, yang berwenang adalah warga dan jamaah (takmir masjid), sedangkan Haji Nur Alam yang menerima penyerahan hanya mewakili warga atau jamaah. Karena itu, semua kebijakan dan aktivitas di masjid, mulai  proses pembangunan hingga memakmurkannya, merupakan kegiatan bersama yang harus dilakukan secara kolektif melalui musyawarah.

Dilain pihak, Haji Nur Alam malah berencana untuk mengambil kembali haknya atas tanah masjid yang sebelumnya sudah diwakafkan. Beliau sering melakukan tindakan sewenang-wenang, antara lain dengan memutus aliran listrik ke masjid, mengganggu jalannya ibadah dengan tumpukan material, menyebar isu bahwa orang yang salat di Masjid Jami’ Nurul Islam tidak sah. Yang lebih parah lagi, dia melaporkan marbot dan pengurus masjid ke Polres dengan tuduhan penyerobotan.

Baca Juga: Robot Trading Kembali Seret Nama Artis

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Asri Al Jufri

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X